Jebakan Utang di Jalur Sutra Modern China: Peluang atau Ancaman?

Rabu, 15 Oktober 2025 - 16:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Jalur Sutra Perdagangan yang Digagas di dalam Belt and Road Initiative. Dok: Istimewa

Ilustrasi, Jalur Sutra Perdagangan yang Digagas di dalam Belt and Road Initiative. Dok: Istimewa

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Sejak China mencanangkannya pada 2013, Belt and Road Initiative (BRI) telah menjadi proyek infrastruktur paling ambisius di dunia. China menawarkan investasi triliunan dolar untuk membangun jalur sutra modern yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika. Proyek ini mencakup pembangunan pelabuhan, jalan tol, dan jalur kereta api di negara-negara berkembang.

Presiden Xi Jinping mencetuskan gagasan ini. Bagi banyak negara, inisiatif tersebut terdengar seperti peluang emas. Namun, di balik narasi romantisme dan kerja sama ekonomi, muncul kekhawatiran serius. Para analis menyoroti adanya strategi tersembunyi yang mereka sebut sebagai “diplomasi jebakan utang” atau debt-trap diplomacy.

Nostalgia Romantis dan Sirkulasi Modal

Secara resmi, China menggagas BRI untuk menghidupkan kembali jalur sutra legendaris di era modern. Selain itu, mereka juga ingin memutar kelebihan cadangan devisanya. Dengan menghidupkan kembali rute perdagangan kuno, China berambisi menjadi pusat distribusi ekonomi global. Proyek ini juga memungkinkan mereka menyalurkan modalnya yang melimpah ke luar negeri.

Untuk mencapai tujuan itu, China memberikan pinjaman bagi proyek infrastruktur. Syaratnya, proyek tersebut wajib dikerjakan oleh perusahaan asal China. Skema ini memastikan perputaran devisa China terus meningkat, membuka pasar baru, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan PDB domestik.

Baca Juga :  Polres Metro Bekasi Kota Bangun SPPG Dukung Program Makan Bergizi Gratis

Gema Merkantilisme di Balik Proyek Raksasa

Strategi China dalam BRI mengingatkan pada praktik merkantilisme. Teori ekonomi ini populer di Eropa pada abad ke-16 hingga ke-18. Prinsip utamanya adalah memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor demi menumpuk kekayaan negara.

Meskipun orang menganggapnya kuno, negara-negara modern masih mempraktikkan merkantilisme melalui intervensi ekonomi. Dalam konteks BRI, China tidak hanya berdagang, tetapi juga mengendalikan rantai pasok melalui investasi. Mereka mendanai dan mengerjakan sendiri pembangunannya. Hal ini memastikan sebagian besar keuntungan ekonomi kembali ke negara mereka, sebuah ciri khas kebijakan merkantilis.

Skema ‘Jebakan Utang’ yang Menjadi Sorotan

Para pengkritik menyoroti skema tersembunyi BRI. Mereka menuding proyek ini menjerat negara-negara peminjam dalam tumpukan utang yang sulit mereka lunasi. Ketika sebuah negara gagal bayar, China dapat mengambil alih aset strategis sebagai gantinya.

  • Contoh Sri Lanka: Kasus Sri Lanka adalah yang paling terkenal. Setelah gagal membayar utang, pemerintahnya terpaksa menyerahkan kendali Pelabuhan Hambantota kepada China selama 99 tahun. Nilai kesepakatannya mencapai US$1,1 triliun.
  • Kekhawatiran di Maladewa: Negara kepulauan ini juga terancam. Utangnya kepada China terus membengkak untuk berbagai proyek infrastruktur, termasuk jembatan dan perluasan bandara. Analis memperkirakan total utangnya mencapai lebih dari US$1,1 miliar.

Skema ini menciptakan ketergantungan yang tidak sehat. Akibatnya, China memiliki pengaruh politik yang signifikan terhadap negara-negara debitur.

Ancaman Asimetris di Balik Jabat Tangan

Kerja sama BRI pada dasarnya bersifat asimetris. China, sebagai kreditur, memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat. Ancaman yang muncul bukanlah sanksi atau embargo, melainkan intervensi halus melalui ketergantungan ekonomi.

Dengan mengendalikan infrastruktur vital seperti pelabuhan atau jalur kereta api, China secara tidak langsung memengaruhi kebijakan dalam dan luar negeri suatu negara. Pada akhirnya, BRI bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menjadi alat untuk menyebarkan pengaruh geopolitik China di panggung dunia.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Dari Mitos Yunani Kuno Hingga Navigasi Para Pelaut
Bagaimana Musik Dapat Memperbaiki Kualitas Tidur?
Ritual Membaca Sebelum Tidur: Lebih dari Sekadar Hobi, Ini Adalah Latihan untuk Imajinasi dan Empati
Misteri Kota yang Hilang: Menelusuri Jejak Peradaban Kuno yang Lenyap Ditelan Waktu
Teater Pikiran Bawah Sadar: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Otak Saat Kita Bermimpi?
Paradoks Fermi: Di Mana Semua Alien? Menatap Langit Malam
Dialog dengan Diri Sendiri: Kekuatan Tersembunyi dari Menulis Jurnal Beberapa Menit Setiap Malam
Pelajaran dari Filsafat Stoa: Menemukan Ketenangan di Tengah Kekacauan

Berita Terkait

Selasa, 21 Oktober 2025 - 22:17 WIB

Dari Mitos Yunani Kuno Hingga Navigasi Para Pelaut

Selasa, 21 Oktober 2025 - 22:13 WIB

Bagaimana Musik Dapat Memperbaiki Kualitas Tidur?

Selasa, 21 Oktober 2025 - 22:01 WIB

Ritual Membaca Sebelum Tidur: Lebih dari Sekadar Hobi, Ini Adalah Latihan untuk Imajinasi dan Empati

Selasa, 21 Oktober 2025 - 21:51 WIB

Misteri Kota yang Hilang: Menelusuri Jejak Peradaban Kuno yang Lenyap Ditelan Waktu

Selasa, 21 Oktober 2025 - 21:45 WIB

Teater Pikiran Bawah Sadar: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Otak Saat Kita Bermimpi?

Berita Terbaru

Ilustrasi, Menatap langit malam adalah membaca buku cerita dan peta kompas tertua di dunia. Kenali kisah di balik bintang yang memandu para pelaut kuno. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Dari Mitos Yunani Kuno Hingga Navigasi Para Pelaut

Selasa, 21 Okt 2025 - 22:17 WIB

Ilustrasi, Dari alunan lofi yang menenangkan hingga komposisi klasik yang abadi, temukan sains di balik bagaimana musik bisa menjadi resep terbaik untuk tidur nyenyak. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Bagaimana Musik Dapat Memperbaiki Kualitas Tidur?

Selasa, 21 Okt 2025 - 22:13 WIB