JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Kawasan Indo-Pasifik kini menjadi pusat gravitasi geopolitik global. Amerika Serikat, Jepang, dan Australia awalnya mempopulerkan konsep ini untuk menciptakan tatanan regional yang bebas dan terbuka. Namun, Indo-Pasifik dengan cepat berubah menjadi panggung rivalitas strategis. Di sana, Amerika Serikat dan sekutunya melawan pengaruh China yang terus meningkat.
Berbagai aliansi keamanan pun terbentuk dan mengubah peta kekuatan kawasan. Kini, pertanyaannya adalah: apakah arsitektur keamanan ini akan mengarah pada kerja sama yang stabil, atau justru memicu persaingan yang lebih tajam?
Munculnya Quad dan AUKUS
Dua inisiatif utama kini mendefinisikan arsitektur keamanan Indo-Pasifik: Quadrilateral Security Dialogue (Quad) dan pakta keamanan AUKUS.
- Quad: Aliansi ini terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India. Quad bertujuan untuk mengimbangi dominasi China. Meskipun agenda resminya mencakup isu maritim dan teknologi, banyak analis melihatnya sebagai benteng strategis untuk membendung ekspansi Beijing.
- AUKUS: Pakta keamanan antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat ini lebih fokus pada aspek militer. Kesepakatan utamanya adalah membantu Australia memperoleh kapal selam bertenaga nuklir. Langkah ini bertujuan meningkatkan kapasitas pertahanan kolektif di Pasifik untuk menghadapi China.
Kedua aliansi ini menandakan pergeseran dari pendekatan multilateral yang inklusif. Mereka kini membentuk blok-blok keamanan yang lebih eksklusif. Hal ini jelas memicu kekhawatiran akan terjadinya perlombaan senjata di kawasan.
Peran ASEAN dan Dilema Netralitas
Di tengah persaingan ini, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berada dalam posisi yang sulit. Selama ini, ASEAN selalu memegang teguh prinsip sentralitas dan netralitas, berusaha menjadi penengah yang jujur bagi semua pihak. Melalui ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, organisasi ini menawarkan visi kerja sama yang lebih inklusif dan berbasis dialog.
Namun, dilema terbesar ASEAN adalah mempertahankan netralitas. Kekuatan besar terus menarik negara-negara anggota ke dalam orbit persaingan mereka. Beberapa negara anggota memiliki hubungan ekonomi erat dengan China. Sementara itu, yang lain lebih condong ke aliansi keamanan dengan Amerika Serikat. Perpecahan internal ini jelas mengancam efektivitas dan sentralitas ASEAN.
Kepentingan Indonesia di Tengah Rivalitas
Sebagai negara terbesar di ASEAN dan pemimpin de facto, Indonesia memiliki kepentingan vital untuk menjaga stabilitas Indo-Pasifik. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif menuntut agar negara tidak memihak blok mana pun. Kepentingan utama Indonesia adalah memastikan kawasan tetap damai, stabil, dan terbuka untuk semua. Kawasan ini tidak boleh didominasi oleh satu kekuatan tunggal.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tantangan bagi Indonesia adalah menavigasi rivalitas ini dengan cerdas. Indonesia perlu memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi dengan China. Pada saat yang sama, Indonesia harus menjaga kemitraan keamanan strategis dengan AS dan Australia. Indonesia juga harus memperkuat sentralitas ASEAN agar tidak menjadi sekadar penonton dalam drama geopolitik di kawasannya sendiri.
Masa Depan Stabilitas Kawasan
Arsitektur keamanan Indo-Pasifik kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ASEAN mengusung visi kerja sama inklusif. Di sisi lain, aliansi seperti Quad dan AUKUS mewujudkan realitas persaingan kekuatan besar.
Masa depan stabilitas kawasan akan sangat bergantung pada kemampuan negara-negara di dalamnya. Mereka harus mampu mengelola rivalitas ini agar tidak berubah menjadi konflik terbuka. Tanpa mekanisme dialog yang kuat dan rasa saling percaya, Indo-Pasifik berisiko menjadi arena proksi persaingan global, bukan kawasan yang damai dan makmur.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia