JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Di masa lalu, diplomasi identik dengan ruang perundingan megah, duta besar, dan kesepakatan rahasia di balik pintu tertutup. Kini, medan baru telah lahir di dunia yang tak terlihat: dunia maya. Dari serangan siber yang melumpuhkan infrastruktur hingga kampanye disinformasi di media sosial, internet telah menjadi arena utama bagi persaingan dan kerja sama antarnegara.
Inilah era cyber diplomacy atau diplomasi siber, di mana kabel serat optik dan algoritma memiliki kekuatan yang setara dengan armada kapal perang. Negara-negara tidak lagi hanya beradu pengaruh di dunia nyata, tetapi juga bertarung untuk mengendalikan narasi dan keamanan di ruang digital.
Propaganda, Spionase, dan Disinformasi di Era Digital
Konflik di dunia maya hadir dalam berbagai bentuk. Isu paling mendasar adalah keamanan siber, di mana peretas yang didukung negara menargetkan infrastruktur vital seperti jaringan listrik, sistem perbankan, hingga data pemerintahan. Spionase digital kini menjadi praktik standar untuk mencuri rahasia dagang dan militer.
Selain itu, dunia maya menjadi ladang subur bagi propaganda digital dan disinformasi. Negara-negara menggunakan media sosial untuk memanipulasi opini publik di negara lain, menyebar berita bohong untuk menciptakan kekacauan, atau bahkan mencoba memengaruhi hasil pemilu. Ruang digital yang bebas telah dimanfaatkan sebagai senjata dalam perang informasi.
Upaya Global Mencari “Aturan Main” di Dunia Maya
Menghadapi ancaman ini, komunitas internasional berupaya menciptakan etika dan aturan main di dunia siber. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menjadi forum utama bagi negara-negara untuk merundingkan norma-norma perilaku yang bertanggung jawab di dunia maya.
Namun, upaya ini tidak mudah. Terjadi perpecahan tajam antara blok negara yang mendukung internet yang bebas dan terbuka (dipimpin oleh Barat) dengan blok yang mengedepankan konsep “kedaulatan siber” (dipimpin oleh China dan Rusia), di mana negara memiliki kontrol penuh atas arus informasi di wilayahnya. Menciptakan kesepakatan global di tengah perbedaan ideologi ini menjadi tantangan terbesar dalam diplomasi siber.
Peluang dan Tantangan Diplomasi Digital Indonesia
Bagi Indonesia, era digital membuka peluang sekaligus risiko. Pemerintah telah aktif menggunakan diplomasi digital untuk mempromosikan pariwisata, budaya, dan kepentingan nasional melalui platform media sosial. Di tingkat regional, Indonesia memiliki peluang untuk memimpin diskusi di ASEAN dalam membangun norma keamanan siber bersama.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, tantangannya juga besar. Tingkat literasi digital yang masih perlu ditingkatkan membuat masyarakat rentan terhadap kampanye disinformasi dan hoaks. Selain itu, Indonesia perlu terus memperkuat infrastruktur keamanan sibernya untuk melindungi aset-aset strategis dari ancaman eksternal.
Dunia Tanpa Batas, Penuh Risiko
Dunia maya menawarkan sebuah paradoks: ia menghubungkan kita tanpa batas, tetapi juga menciptakan medan perang baru yang tak terlihat. Diplomasi siber adalah upaya untuk mengelola risiko ini, mencari cara agar dunia digital menjadi ruang untuk kerja sama, bukan konflik. Tanpa aturan main yang jelas, dunia tanpa batas ini akan terus menjadi arena yang penuh dengan ketidakpastian dan ancaman.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia