BRUSSELS, POSNEWS.CO.ID – Di jantung aliansi militer Barat, terdapat sebuah paradoks yang mendefinisikan hubungan AS dan Eropa. Di satu sisi, kerja sama dalam pengembangan dan pembelian senjata canggih menjadi perekat aliansi. Namun di sisi lain, industri pertahanan adalah bisnis triliunan dolar. Persaingan sengit antara raksasa Amerika dan Eropa sering kali meluap menjadi ketegangan diplomatik.
Setiap kontrak besar, dari jet tempur siluman hingga kapal selam nuklir, bukan hanya transaksi komersial. Ia adalah pernyataan politik yang menguji batas antara kemitraan dan persaingan.
Perekat Aliansi: Proyek Senjata Bersama
Kekuatan NATO terletak pada interoperabilitas. Ini adalah kemampuan pasukan dari berbagai negara anggota untuk beroperasi bersama secara mulus. Hal ini hanya bisa tercapai jika mereka menggunakan peralatan yang kompatibel.
Contoh paling nyata adalah program F-35 Joint Strike Fighter. Program yang dipimpin oleh Lockheed Martin dari AS ini melibatkan beberapa negara Eropa sebagai mitra industri sejak awal. Keputusan banyak negara Eropa—mulai dari Inggris, Italia, hingga Jerman—untuk membeli F-35 telah mengikat angkatan udara mereka dengan teknologi dan logistik Amerika untuk beberapa dekade mendatang. Proyek seperti ini memperkuat fondasi aliansi.
Sumber Perpecahan: Persaingan Bisnis Raksasa
Namun, di balik kerja sama itu, terdapat persaingan brutal. Kontraktor pertahanan AS seperti Lockheed Martin, Boeing, dan Raytheon bersaing langsung dengan konsorsium Eropa seperti Airbus dan Dassault. Persaingan ini sering kali melampaui batas bisnis dan masuk ke ranah politik.
- Perang Tanker: Selama bertahun-tahun, Boeing dan Airbus terlibat dalam pertarungan lobi yang sengit. Mereka memperebutkan kontrak pengadaan kapal tanker pengisian bahan bakar untuk Angkatan Udara AS. Drama ini melibatkan protes diplomatik dan tuduhan proteksionisme.
- Pilihan Jet Tempur sebagai Pernyataan Politik: Ketika sebuah negara Eropa memilih jet tempur buatan Eropa seperti Rafale, itu sering kali dilihat sebagai dukungan terhadap “otonomi strategis” Eropa. Sebaliknya, keputusan Jerman memilih F-35 baru-baru ini dianggap sebagai pukulan bagi ambisi pertahanan Prancis.
- Krisis AUKUS: Ketegangan memuncak dengan pakta keamanan AUKUS. Dalam pakta ini, AS dan Inggris setuju membantu Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir. Kesepakatan ini secara tiba-tiba membatalkan kontrak kapal selam konvensional Prancis senilai puluhan miliar dolar. Hal ini memicu krisis diplomatik terburuk antara Paris dan Washington dalam beberapa dekade.
Politik di Atas Segalanya
Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa keputusan dalam industri pertahanan jarang sekali murni teknis atau ekonomis. Membeli sistem senjata dari AS sering kali dipandang sebagai cara memperkuat jaminan keamanan Washington. Sebaliknya, memilih produk Eropa adalah sinyal komitmen untuk membangun industri pertahanan Eropa yang mandiri.
Pada akhirnya, industri pertahanan mencerminkan dilema inti aliansi transatlantik itu sendiri. Kebutuhan keamanan kolektif mendorong mereka untuk bekerja sama. Namun, kepentingan ekonomi nasional dan ambisi strategis memaksa mereka untuk bersaing. Mengelola keseimbangan yang rapuh ini akan terus menjadi tantangan utama bagi para pemimpin di kedua sisi Atlantik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia