Anomie: Kesepian di Tengah Keramaian

Rabu, 22 Oktober 2025 - 18:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Teori Anomie Durkheim menjelaskan mengapa di tengah hiruk pikuk kota dan ratusan teman daring, banyak yang merasa lebih terisolasi dari sebelumnya. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Teori Anomie Durkheim menjelaskan mengapa di tengah hiruk pikuk kota dan ratusan teman daring, banyak yang merasa lebih terisolasi dari sebelumnya. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Malam hari di sebuah apartemen di kota metropolitan. Seseorang menelusuri linimasa media sosialnya, melihat ratusan wajah yang ia sebut “teman”. Notifikasi terus berdatangan, tetapi perasaan yang muncul bukanlah kehangatan, melainkan kekosongan. Paradoks ini mendefinisikan kehidupan modern bagi banyak orang: terhubung secara digital dengan ratusan individu, namun merasa sangat sendirian.

Epidemi kesepian ini melanda kota-kota besar di seluruh dunia. Kita hidup lebih dekat secara fisik daripada sebelumnya, namun kita semakin sulit menemukan ikatan emosional yang mendalam. Fenomena ini bukanlah kegagalan personal, melainkan sebuah gejala dari kondisi sosial yang lebih dalam. Salah satu bapak sosiologi, Émile Durkheim, telah mengidentifikasi kondisi ini.

Terapung Tanpa Jangkar Sosial

Sosiolog Prancis, Émile Durkheim, memperkenalkan konsep Anomie untuk menggambarkan kondisi sosial yang berbahaya. Anomie secara harfiah berarti “tanpa norma”. Ini adalah keadaan di mana pedoman moral dan norma sosial yang secara tradisional menyatukan masyarakat telah runtuh atau melemah secara signifikan.

Baca Juga :  Anak Muda Tolak Hustle Culture: Ketenangan Kini Lebih Berharga dari Gaji

Dalam kondisi anomie, individu kehilangan jangkar sosial mereka. Aturan main yang jelas tentang bagaimana harus bersikap, apa yang mereka yakini, dan di mana posisi mereka dalam masyarakat menjadi kabur. Akibatnya, mereka merasa terombang-ambing, cemas, dan terisolasi dari komunitas yang lebih besar. Mereka mungkin menjadi bagian dari keramaian, tetapi mereka tidak merasa menjadi bagian dari sesuatu yang bermakna.

Runtuhnya Pilar-Pilar Komunal

Beberapa faktor utama mempercepat kondisi anomie di era modern. Pertama, budaya kontemporer yang mengagungkan individualisme ekstrem mendorong kita untuk fokus pada pencapaian pribadi di atas segalanya. Akibatnya, masyarakat sering kali mengesampingkan solidaritas komunal demi persaingan individu, yang pada akhirnya mengikis rasa saling ketergantungan.

Kedua, teknologi mendorong perubahan sosial yang sangat cepat sehingga membuat norma-norma lama menjadi usang sebelum norma baru yang stabil sempat terbentuk. Ketiga, peran institusi komunal tradisional seperti komunitas lingkungan (RT/RW), organisasi keagamaan, atau bahkan ikatan keluarga besar telah menurun drastis. Institusi-institusi ini dulunya memberikan rasa identitas dan pedoman moral yang kuat, tetapi kini pengaruhnya semakin memudar.

Baca Juga :  GT Senayan dan GT Semanggi 1 Kembali Dibuka, Jasa Marga Pastikan Tol Dalam Kota Jakarta Lancar

Kesehatan Mental dan Pencarian Komunitas Baru

Dampak anomie terhadap individu sangat nyata, terutama pada kesehatan mental. Perasaan terisolasi dan tanpa arah merupakan pemicu utama depresi, kecemasan, dan bahkan perilaku menyimpang. Ketika masyarakat tidak lagi memberikan pedoman yang jelas, individu merasa bahwa hidup mereka tidak memiliki tujuan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam kekosongan ini, banyak orang memulai pencarian putus asa untuk menemukan bentuk-bentuk komunitas baru. Mereka mungkin menemukannya dalam fandom musik, guild permainan daring, atau kelompok hobi. Meskipun komunitas-komunitas ini dapat memberikan rasa memiliki, sering kali ikatan tersebut rapuh dan tidak mampu menggantikan fondasi sosial yang telah hilang. Pencarian ini adalah bukti kerinduan mendalam manusia akan jangkar di tengah lautan modernitas yang bergelora.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

MKD DPR Gelar Sidang Etik Terbuka 29 Oktober, 5 Anggota DPR Siap Diperiksa
Terjebak Kandang Besi Produktivitas
Pabrik Kultur: Mengapa Semua Film Terasa Sama?
Matikan Kolom Komentar: Runtuhnya Ruang Publik di Era Digital
Dedi Mulyadi Tegaskan Dana Rp4,1 Triliun Pemprov Jabar Tak Mengendap, Tapi Berputar
Kepala BNN Komjen Suyudi Ario Seto Tegaskan Perang Narkoba Demi Kemanusiaan
Ledakan Gas Bakar Restoran Bakso Lapangan Tembak Senayan, Dua Pegawai Luka Bakar
9 Oknum TNI Hajar Kades di OKI, Kodam Sriwijaya Janji Proses Hukum Tegas

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 20:52 WIB

MKD DPR Gelar Sidang Etik Terbuka 29 Oktober, 5 Anggota DPR Siap Diperiksa

Rabu, 22 Oktober 2025 - 18:58 WIB

Anomie: Kesepian di Tengah Keramaian

Rabu, 22 Oktober 2025 - 18:53 WIB

Terjebak Kandang Besi Produktivitas

Rabu, 22 Oktober 2025 - 18:47 WIB

Pabrik Kultur: Mengapa Semua Film Terasa Sama?

Rabu, 22 Oktober 2025 - 18:43 WIB

Matikan Kolom Komentar: Runtuhnya Ruang Publik di Era Digital

Berita Terbaru

Ilustrasi, Teori Anomie Durkheim menjelaskan mengapa di tengah hiruk pikuk kota dan ratusan teman daring, banyak yang merasa lebih terisolasi dari sebelumnya. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Anomie: Kesepian di Tengah Keramaian

Rabu, 22 Okt 2025 - 18:58 WIB

Ilustrasi. Dari KPI kantor hingga aplikasi life-hacking, teori Kandang Besi Max Weber menjelaskan mengapa obsesi kita pada efisiensi justru mengikis kemanusiaan. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Terjebak Kandang Besi Produktivitas

Rabu, 22 Okt 2025 - 18:53 WIB

Ilustrasi, Dari pahlawan super hingga lagu pop, teori Industri Budaya mengungkap mengapa kreativitas sering kali terasa seperti produk dari jalur perakitan yang sama. Dok: Istimewa.

ENTERTAINTMENT

Pabrik Kultur: Mengapa Semua Film Terasa Sama?

Rabu, 22 Okt 2025 - 18:47 WIB