JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Pernahkah Anda mengalami kejadian ganjil ini? Anda sedang mengobrol santai dengan seorang teman tentang keinginan membeli sepatu lari baru. Beberapa jam kemudian, saat membuka media sosial, layar gawai Anda penuh dengan iklan sepatu lari dari berbagai merek. Ini bukan sihir atau kebetulan. Ini adalah realitas dari sebuah dunia yang membuat kita merasa selalu ada yang mengawasi secara digital. Sistem seolah merekam setiap klik, setiap percakapan, dan setiap lokasi yang kita kunjungi, yang pada akhirnya menciptakan sebuah penjara tak terlihat di saku kita sendiri.
Fenomena ini lebih dari sekadar teknologi iklan yang canggih. Ia mencerminkan sebuah mekanisme kekuasaan modern yang membentuk cara kita bertindak, berpikir, bahkan merasa. Tanpa sadar, kita hidup dalam sebuah struktur pengawasan masif, sebuah konsep yang seorang filsuf Prancis jelaskan puluhan tahun lalu.
Menara Pengawas Bernama Panopticon
Pada abad ke-20, filsuf Michel Foucault memperkenalkan sebuah konsep arsitektur penjara yang ia sebut Panopticon. Desainnya sederhana namun jenius: sebuah bangunan penjara melingkar dengan menara pengawas di tengahnya. Dari menara ini, seorang penjaga dapat mengamati setiap sel narapidana, namun para narapidana tidak pernah tahu kapan penjaga sedang mengawasi mereka.
Ketidakpastian inilah kuncinya. Karena merasa penjaga bisa mengawasi mereka kapan saja, para narapidana mulai mendisiplinkan diri mereka sendiri. Mereka bertindak seolah-olah selalu ada yang mengawasi, bahkan ketika tidak ada siapa pun di menara. Mereka menjadi penjaga bagi diri mereka sendiri. Foucault berpendapat bahwa model kekuasaan ini tidak hanya berlaku untuk penjara, tetapi juga meresap ke dalam masyarakat modern—di sekolah, rumah sakit, dan kini, di dunia digital.
Panopticon Digital di Era Modern
Konsep Foucault terasa lebih relevan sekarang daripada sebelumnya. Menara pengawas kini telah beralih bentuk menjadi sesuatu yang lebih personal dan ada di mana-mana: gawai kita.
- CCTV dan Pengawasan Publik: Kamera CCTV di setiap sudut jalan adalah bentuk Panopticon yang paling harfiah. Masyarakat secara sadar mengubah perilaku mereka—tidak membuang sampah sembarangan atau mengurangi kecepatan berkendara—karena kesadaran bahwa kamera selalu merekam. Kita mematuhi aturan bukan hanya karena nilai moral, tetapi karena ada “mata” yang selalu melihat.
- Algoritma Media Sosial: Di dunia maya, algoritma bertindak sebagai penjaga yang tak terlihat. Algoritma ini terus-menerus memantau aktivitas kita: unggahan yang kita sukai, akun yang kita ikuti, dan komentar yang kita tulis. Akibatnya, kita mulai menyaring perilaku online kita. Kita berpikir dua kali sebelum mengunggah sesuatu yang kontroversial, memilih foto profil terbaik untuk menjaga citra, dan membangun persona digital yang “pantas” bagi audiens tak kasat mata.
- Jejak Digital dan Sistem Skor: Setiap transaksi kartu kredit, riwayat pencarian Google, dan data lokasi GPS yang kita bagikan membangun profil digital kita. Sistem skor kredit, misalnya, secara langsung menghakimi perilaku finansial kita dan menentukan akses kita ke pinjaman di masa depan. Kesadaran ini mendorong kita untuk menjadi konsumen yang “baik” dan warga negara dengan catatan yang “bersih”, karena jejak digital kita memiliki konsekuensi di dunia nyata.
Hilangnya Ruang untuk Menjadi Autentik
Panopticon digital ini membawa implikasi yang mendalam. Privasi sejati—kemampuan untuk bertindak tanpa ada pihak lain yang menilai atau mengawasi—perlahan-lahan menghilang. Ruang untuk melakukan kesalahan, bereksperimen dengan identitas, atau sekadar menjadi diri sendiri tanpa filter semakin menyempit.
Pengawasan konstan ini secara halus membentuk kita menjadi masyarakat yang lebih patuh dengan perilaku yang mudah ditebak. Kita belajar untuk mengikuti norma-norma tak tertulis dari dunia digital, menghindari penyimpangan, dan menampilkan versi terbaik dari diri kita setiap saat. Pada akhirnya, penjara yang paling efektif bukanlah yang terbuat dari jeruji besi, melainkan yang kita bangun sendiri di dalam pikiran, dan kesadaran bahwa seseorang—atau sesuatu—selalu mengawasi dari saku kita memicu proses ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia