JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Coba jeda sejenak dan ingat-ingat: Kapan terakhir kali Anda berdiri di kota Anda, menengadah ke langit malam, dan bisa melihat hamparan galaksi Bima Sakti dengan mata telanjang?
Bagi jutaan orang yang tinggal di perkotaan, jawabannya adalah “tidak pernah”. Langit malam yang dulu penuh bintang kini tergantikan oleh kabut oranye yang permanen. Kita telah kehilangan koneksi visual dengan alam semesta, dan pelakunya adalah sesuatu yang kita anggap sepele: Polusi Cahaya.
Apa Sebenarnya Polusi Cahaya?
Polusi cahaya adalah penggunaan cahaya buatan yang berlebihan, salah arah, dan tidak perlu di malam hari. Lampu taman yang menyorot ke atas, papan reklame yang lebih terang dari matahari, dan gedung-gedung perkantoran yang lampunya menyala sepanjang malam—semua berkontribusi pada “pencurian” kegelapan.
Namun, ini bukan sekadar masalah sepele bagi para astronom atau pengamat bintang. Cahaya buatan yang berlebihan telah menjadi polutan lingkungan yang serius dengan dampak yang nyata.
Dampak Ekologis: Saat Malam Tak Lagi Gelap
Bagi alam liar, malam yang gelap sama pentingnya dengan siang yang terang. Polusi cahaya mengacaukan siklus alami yang telah berevolusi selama miliaran tahun.
- Navigasi Burung: Jutaan burung yang bermigrasi di malam hari menggunakan bintang dan bulan sebagai kompas. Cahaya kota yang terang membingungkan mereka, menarik mereka keluar dari rute, dan menyebabkan mereka menabrak gedung-gedung tinggi.
- Reproduksi Penyu: Tukik (anak penyu) yang baru menetas di pantai diprogram untuk bergerak menuju cakrawala yang paling terang—yang seharusnya adalah lautan. Namun, cahaya dari hotel dan jalan raya di pesisir membuat mereka bingung dan bergerak ke arah yang salah, di mana mereka mati karena dehidrasi atau predator.
- Polinator Malam: Banyak serangga, seperti ngengat, adalah polinator penting yang bekerja di malam hari. Cahaya buatan menarik dan menjebak mereka, mengurangi populasi dan mengancam ekosistem.
Dampak Manusia: Mengacaukan Ritme Tubuh
Kita pun tidak kebal. Manusia berevolusi untuk tidur saat gelap dan bangun saat terang. Polusi cahaya, terutama cahaya biru dari layar dan lampu LED, secara langsung mengganggu ritme sirkadian kita.
Paparan cahaya di malam hari menekan produksi melatonin, hormon utama yang memberi sinyal pada tubuh kita untuk tidur. Kurang tidur kronis akibat polusi cahaya telah dikaitkan dengan peningkatan risiko insomnia, depresi, kecemasan, dan bahkan masalah kesehatan yang lebih serius. Selain itu, semua cahaya yang terbuang ke langit adalah pemborosan energi dan uang yang masif.
Solusi Sederhana yang Terlupakan
Berita baiknya, polusi cahaya adalah salah satu polusi termudah untuk diatasi. Solusinya bukan mematikan semua lampu, tapi menggunakannya dengan lebih cerdas:
- Gunakan Penutup: Pastikan lampu luar ruangan (seperti lampu jalan) memiliki penutup dan mengarah lurus ke bawah, hanya menerangi area yang perlu, bukan ke langit.
- Warna Hangat: Gunakan lampu berwarna hangat (kuning/oranye) alih-alih cahaya putih/biru yang keras.
- Sensor Gerak: Gunakan sensor gerak agar lampu hanya menyala saat dibutuhkan.
Langit malam yang gelap adalah warisan alam yang sama pentingnya dengan hutan dan lautan. Mengembalikannya bukan hanya untuk keindahan, tapi untuk kesehatan planet dan diri kita sendiri.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia






















