JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Pertanyaan paling fundamental dalam ekonomi adalah: Apa yang membuat sebuah negara kaya atau miskin dalam jangka panjang? Mengapa negara seperti Korea Selatan bertransformasi dari miskin menjadi kaya dalam 50 tahun, sementara negara lain tetap terperangkap dalam kemiskinan?
Selama puluhan tahun, ekonom mencoba menjawab ini. Jawaban awal berfokus pada “membangun lebih banyak barang”. Namun, jawaban modern jauh lebih kompleks dan berfokus pada “membangun ide-ide baru”. Model Solow memulai perjalanan ini.
Model Pertumbuhan Solow: Batas dari Akumulasi Modal
Pada tahun 1956, ekonom Robert Solow (yang kemudian memenangkan Hadiah Nobel) mengembangkan model pertumbuhan pertama yang menjadi standar. Model ini berfokus pada dua pendorong utama: akumulasi modal (investasi pada mesin, pabrik, infrastruktur) dan pertumbuhan tenaga kerja.
Model ini menghasilkan satu wawasan krusial: Hukum Pendapatan Berkurang (Diminishing Returns to Capital).
Sederhananya: Memberi satu traktor kepada seorang petani akan meningkatkan produktivitasnya secara drastis. Memberinya traktor kedua masih membantu, tetapi peningkatannya tidak sebesar yang pertama. Traktor kesepuluh mungkin tidak banyak berguna.
Implikasinya sangat besar: negara tidak bisa menjadi kaya selamanya hanya dengan terus menabung dan berinvestasi (menambah modal). Pada titik tertentu, setiap investasi modal baru hanya akan cukup untuk mengganti modal lama yang rusak (depresiasi). Pertumbuhan akan berhenti, dan ekonomi mencapai “kondisi mapan” (steady state).
Faktor Residu: “Sihir” Bernama Teknologi (TFP)
Model Solow sangat brilian, tetapi ia menemukan teka-teki. Ketika Solow menguji modelnya dengan data ekonomi AS, ia menemukan bahwa akumulasi modal dan tenaga kerja hanya menjelaskan sebagian kecil dari pertumbuhan ekonomi riil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada “sisa” atau “Residu Solow” yang tidak dapat Solow jelaskan. Sisa inilah yang Solow sebut sebagai kemajuan teknologi, atau yang kini para ahli kenal sebagai Total Factor Productivity (TFP).
TFP adalah “resep” ekonomi. Ia adalah segalanya yang memungkinkan kita mendapat lebih banyak output dari jumlah input yang sama. TFP mencakup inovasi teknologi (internet, mesin uap), metode manajemen yang lebih baik (lini perakitan Ford), efisiensi logistik, dan sistem hukum yang lebih baik.
Dalam model Solow, modal dan tenaga kerja penting, tetapi teknologi (TFP) adalah satu-satunya pendorong pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang. Masalahnya, dalam model awal Solow, teknologi ini bersifat “eksogen”—ia jatuh dari langit begitu saja, tanpa penjelasan.
Teori Pertumbuhan Endogen: Inovasi dari Dalam Sistem
Di sinilah Teori Pertumbuhan Endogen (yang Paul Romer pelopori, pemenang Nobel lainnya) mengambil alih. Teori ini mencoba menjelaskan dari mana TFP berasal. Teori ini berargumen bahwa sistem ekonomi itu sendiri mendorong pertumbuhan dari dalam (endogen).
Pendorong utamanya adalah:
- Inovasi (R&D): Perusahaan dan individu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan untuk menciptakan ide-ide baru, yang seringkali perusahaan lindungi dengan paten.
- Modal Manusia (Pendidikan): Kualitas tenaga kerja (keterampilan, pengetahuan, kesehatan) jauh lebih penting daripada kuantitasnya.
Tidak seperti traktor (modal fisik) yang tunduk pada diminishing returns, ide tunduk pada increasing returns. Seseorang hanya perlu membuat sebuah ide baru (seperti perangkat lunak atau formula obat) sekali, tetapi jutaan orang dapat menggunakannya secara bersamaan tanpa berkurang nilainya.
Oleh karena itu, negara yang berinvestasi besar-besaran pada pendidikan, universitas, dan R&D adalah negara yang menciptakan “mesin” penghasil TFP mereka sendiri. Hal ini memungkinkan mereka untuk tumbuh secara berkelanjutan.
Kebijakan untuk Inovasi dan Pendidikan
Perjalanan teori pertumbuhan memberi kita pelajaran penting. Model Solow menunjukkan bahwa menjadi kaya bukan hanya soal “membangun”. Negara yang hanya fokus pada akumulasi modal fisik (pabrik, gedung) pada akhirnya akan melambat.
Kekayaan jangka panjang yang berkelanjutan datang dari peningkatan Total Factor Productivity (TFP).
Selanjutnya, Teori Pertumbuhan Endogen memberi tahu kita cara mendapatkannya: melalui kebijakan yang mendorong inovasi (perlindungan HAKI, insentif R&D) dan modal manusia (sistem pendidikan berkualitas tinggi).
Pada akhirnya, di abad ke-21, kita tidak lagi mengukur kekayaan suatu negara dari stok emas atau jumlah pabriknya, tetapi dari kemampuannya menciptakan, mengadaptasi, dan menyebarkan ide-ide baru.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















