Perang Tanpa Peluru: Sanksi Ekonomi sebagai Senjata Geopolitik

Kamis, 6 November 2025 - 17:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Saat rudal digantikan oleh regulasi perbankan. Inilah sanksi ekonomi, senjata pilihan AS dan Eropa untuk menghukum Rusia atau Iran tanpa satu pun tembakan. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Saat rudal digantikan oleh regulasi perbankan. Inilah sanksi ekonomi, senjata pilihan AS dan Eropa untuk menghukum Rusia atau Iran tanpa satu pun tembakan. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Dalam perang modern, senjata yang paling ditakuti mungkin bukanlah tank atau rudal, melainkan keputusan birokratis yang seseorang ambil ribuan kilometer jauhnya. Ketika Amerika Serikat dan Eropa ingin “menghukum” negara-negara seperti Rusia, Iran, atau Korea Utara, senjata pilihan pertama mereka adalah: Sanksi Ekonomi.

Ini adalah perang tanpa peluru, sebuah konflik yang tidak terjadi di medan perang fisik, melainkan di neraca perdagangan, sistem perbankan, dan pasar mata uang.

Definisi: Perang dengan Pulpen

Sanksi ekonomi adalah alat diplomasi paksa dalam politik internasional. Sederhananya, ini adalah serangkaian hukuman ekonomi dan keuangan yang satu negara (atau sekelompok negara) berikan terhadap negara lain.

Tujuannya jelas: memaksa perubahan perilaku politik atau kebijakan di negara target tanpa harus menggunakan kekuatan militer. Para pembuat sanksi merancangnya untuk melumpuhkan ekonomi negara target, menciptakan tekanan domestik, dan membuat rezim yang berkuasa “membayar harga” atas tindakan mereka di panggung global.

Baca Juga :  Apartemen di Medan Jadi Sarang Narkoba, Polisi Sita Sabu dan Ekstasi dalam Jumlah Besar

Mekanisme: Cara Melumpuhkan Negara

Bagaimana sanksi bekerja? Ada beberapa lapisan, dari yang ringan hingga yang mematikan:

  1. Pembekuan Aset: Ini adalah langkah awal. Pihak berwenang membekukan aset milik negara target atau individu elit (politisi, oligarki) yang tersimpan di bank-bank luar negeri. Mereka tidak bisa mengakses uang mereka.
  2. Embargo Perdagangan: Melarang ekspor-impor barang-barang vital. Misalnya, melarang penjualan teknologi canggih ke negara target, atau melarang pembelian minyak mentah dari negara target.
  3. “Opsi Nuklir” Finansial: Ini adalah senjata pamungkas: memutus negara target dari sistem keuangan global. Contoh paling terkenal adalah mengeluarkan bank-bank negara tersebut dari SWIFT, jaringan perpesanan yang melayani hampir semua transaksi perbankan lintas batas di dunia. Jika mereka memutus sebuah negara dari SWIFT, ia secara efektif terisolasi dari ekonomi global.
Baca Juga :  Tragedy of the Commons: Masalah Lingkungan dari Sudut Pandang Ekonomi

Debat Efektivitas: Kena Elitnya atau Rakyatnya?

Inilah pertanyaan terbesar: apakah sanksi ekonomi benar-benar berhasil? Para ahli masih memperdebatkan jawabannya.

Secara teori, sanksi yang melumpuhkan akan membuat elit penguasa kehabisan uang dan rakyat menderita, sehingga memicu pemberontakan atau perubahan rezim.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, dalam praktiknya, hasilnya seringkali jauh berbeda. Banyak studi menunjukkan bahwa sanksi jarang berhasil menggulingkan rezim. Sebaliknya, sanksi seringkali paling menyakiti rakyat sipil yang tidak bersalah, yang menderita akibat inflasi, kekurangan obat-obatan, dan pengangguran massal.

Sementara itu, para elit yang berkuasa justru sering menggunakan sanksi sebagai alat propaganda. Mereka menyalahkan “musuh asing” atas penderitaan ekonomi rakyat, sehingga justru memperkuat cengkeraman mereka atas kekuasaan dan memicu nasionalisme.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Rahasia Panjang Umur Karier LeBron James dan CR7
Doping Genetik: Batas Baru Kecurangan yang Tak Terdeteksi
Banjir Jakarta Makin Meluas: 30 RT Terendam, Air Tembus 90 Cm Usai Hujan Deras
Menteri Supratman, Aturan Penyadapan Bakal Disatukan dalam Satu UU Khusus
Imigrasi Amankan WZ, Buronan Penipuan Rp 2,2 Triliunan Asal China di Batam
Suporter atau Perusuh? Membedah Psikologi Massa di Stadion
Kasus Video Porno Lisa Mariana, Model Cantik Ini Kembali Diperiksa Polisi
Banjir 50 Cm Rendam Tiga Ruas Jalan Jakarta, Lalu Lintas Lumpuh

Berita Terkait

Selasa, 18 November 2025 - 19:26 WIB

Rahasia Panjang Umur Karier LeBron James dan CR7

Selasa, 18 November 2025 - 19:15 WIB

Doping Genetik: Batas Baru Kecurangan yang Tak Terdeteksi

Selasa, 18 November 2025 - 17:23 WIB

Banjir Jakarta Makin Meluas: 30 RT Terendam, Air Tembus 90 Cm Usai Hujan Deras

Selasa, 18 November 2025 - 16:31 WIB

Menteri Supratman, Aturan Penyadapan Bakal Disatukan dalam Satu UU Khusus

Selasa, 18 November 2025 - 15:59 WIB

Imigrasi Amankan WZ, Buronan Penipuan Rp 2,2 Triliunan Asal China di Batam

Berita Terbaru

Ilustrasi, LeBron James dan CR7 masih mendominasi di usia 40-an. Rahasianya bukan hanya latihan keras, tapi sains pemulihan (recovery) yang ekstrem. Dok: Istimewa.

SPORT

Rahasia Panjang Umur Karier LeBron James dan CR7

Selasa, 18 Nov 2025 - 19:26 WIB