JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Dalam perang modern, senjata yang paling ditakuti mungkin bukanlah tank atau rudal, melainkan keputusan birokratis yang seseorang ambil ribuan kilometer jauhnya. Ketika Amerika Serikat dan Eropa ingin “menghukum” negara-negara seperti Rusia, Iran, atau Korea Utara, senjata pilihan pertama mereka adalah: Sanksi Ekonomi.
Ini adalah perang tanpa peluru, sebuah konflik yang tidak terjadi di medan perang fisik, melainkan di neraca perdagangan, sistem perbankan, dan pasar mata uang.
Definisi: Perang dengan Pulpen
Sanksi ekonomi adalah alat diplomasi paksa dalam politik internasional. Sederhananya, ini adalah serangkaian hukuman ekonomi dan keuangan yang satu negara (atau sekelompok negara) berikan terhadap negara lain.
Tujuannya jelas: memaksa perubahan perilaku politik atau kebijakan di negara target tanpa harus menggunakan kekuatan militer. Para pembuat sanksi merancangnya untuk melumpuhkan ekonomi negara target, menciptakan tekanan domestik, dan membuat rezim yang berkuasa “membayar harga” atas tindakan mereka di panggung global.
Mekanisme: Cara Melumpuhkan Negara
Bagaimana sanksi bekerja? Ada beberapa lapisan, dari yang ringan hingga yang mematikan:
- Pembekuan Aset: Ini adalah langkah awal. Pihak berwenang membekukan aset milik negara target atau individu elit (politisi, oligarki) yang tersimpan di bank-bank luar negeri. Mereka tidak bisa mengakses uang mereka.
- Embargo Perdagangan: Melarang ekspor-impor barang-barang vital. Misalnya, melarang penjualan teknologi canggih ke negara target, atau melarang pembelian minyak mentah dari negara target.
- “Opsi Nuklir” Finansial: Ini adalah senjata pamungkas: memutus negara target dari sistem keuangan global. Contoh paling terkenal adalah mengeluarkan bank-bank negara tersebut dari SWIFT, jaringan perpesanan yang melayani hampir semua transaksi perbankan lintas batas di dunia. Jika mereka memutus sebuah negara dari SWIFT, ia secara efektif terisolasi dari ekonomi global.
Debat Efektivitas: Kena Elitnya atau Rakyatnya?
Inilah pertanyaan terbesar: apakah sanksi ekonomi benar-benar berhasil? Para ahli masih memperdebatkan jawabannya.
Secara teori, sanksi yang melumpuhkan akan membuat elit penguasa kehabisan uang dan rakyat menderita, sehingga memicu pemberontakan atau perubahan rezim.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, dalam praktiknya, hasilnya seringkali jauh berbeda. Banyak studi menunjukkan bahwa sanksi jarang berhasil menggulingkan rezim. Sebaliknya, sanksi seringkali paling menyakiti rakyat sipil yang tidak bersalah, yang menderita akibat inflasi, kekurangan obat-obatan, dan pengangguran massal.
Sementara itu, para elit yang berkuasa justru sering menggunakan sanksi sebagai alat propaganda. Mereka menyalahkan “musuh asing” atas penderitaan ekonomi rakyat, sehingga justru memperkuat cengkeraman mereka atas kekuasaan dan memicu nasionalisme.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















