Bagaimana Gawai Mengawasi Setiap Gerak-Gerik Kita

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Dari iklan misterius hingga unggahan yang disensor sendiri, gawai di saku kita telah menjadi menara pengawas modern yang membentuk perilaku kita tanpa disadari. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Dari iklan misterius hingga unggahan yang disensor sendiri, gawai di saku kita telah menjadi menara pengawas modern yang membentuk perilaku kita tanpa disadari. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Pernahkah Anda mengalami kejadian ganjil ini? Anda sedang mengobrol santai dengan seorang teman tentang keinginan membeli sepatu lari baru. Beberapa jam kemudian, saat membuka media sosial, layar gawai Anda penuh dengan iklan sepatu lari dari berbagai merek. Ini bukan sihir atau kebetulan. Ini adalah realitas dari sebuah dunia yang membuat kita merasa selalu ada yang mengawasi secara digital. Sistem seolah merekam setiap klik, setiap percakapan, dan setiap lokasi yang kita kunjungi, yang pada akhirnya menciptakan sebuah penjara tak terlihat di saku kita sendiri.

Fenomena ini lebih dari sekadar teknologi iklan yang canggih. Ia mencerminkan sebuah mekanisme kekuasaan modern yang membentuk cara kita bertindak, berpikir, bahkan merasa. Tanpa sadar, kita hidup dalam sebuah struktur pengawasan masif, sebuah konsep yang seorang filsuf Prancis jelaskan puluhan tahun lalu.

Menara Pengawas Bernama Panopticon

Pada abad ke-20, filsuf Michel Foucault memperkenalkan sebuah konsep arsitektur penjara yang ia sebut Panopticon. Desainnya sederhana namun jenius: sebuah bangunan penjara melingkar dengan menara pengawas di tengahnya. Dari menara ini, seorang penjaga dapat mengamati setiap sel narapidana, namun para narapidana tidak pernah tahu kapan penjaga sedang mengawasi mereka.

Ketidakpastian inilah kuncinya. Karena merasa penjaga bisa mengawasi mereka kapan saja, para narapidana mulai mendisiplinkan diri mereka sendiri. Mereka bertindak seolah-olah selalu ada yang mengawasi, bahkan ketika tidak ada siapa pun di menara. Mereka menjadi penjaga bagi diri mereka sendiri. Foucault berpendapat bahwa model kekuasaan ini tidak hanya berlaku untuk penjara, tetapi juga meresap ke dalam masyarakat modern—di sekolah, rumah sakit, dan kini, di dunia digital.

Baca Juga :  Hidup di Dunia Simulasi Instagram: Ketika Citra Lebih Nyata dari Kenyataan

Panopticon Digital di Era Modern

Konsep Foucault terasa lebih relevan sekarang daripada sebelumnya. Menara pengawas kini telah beralih bentuk menjadi sesuatu yang lebih personal dan ada di mana-mana: gawai kita.

  1. CCTV dan Pengawasan Publik: Kamera CCTV di setiap sudut jalan adalah bentuk Panopticon yang paling harfiah. Masyarakat secara sadar mengubah perilaku mereka—tidak membuang sampah sembarangan atau mengurangi kecepatan berkendara—karena kesadaran bahwa kamera selalu merekam. Kita mematuhi aturan bukan hanya karena nilai moral, tetapi karena ada “mata” yang selalu melihat.
  2. Algoritma Media Sosial: Di dunia maya, algoritma bertindak sebagai penjaga yang tak terlihat. Algoritma ini terus-menerus memantau aktivitas kita: unggahan yang kita sukai, akun yang kita ikuti, dan komentar yang kita tulis. Akibatnya, kita mulai menyaring perilaku online kita. Kita berpikir dua kali sebelum mengunggah sesuatu yang kontroversial, memilih foto profil terbaik untuk menjaga citra, dan membangun persona digital yang “pantas” bagi audiens tak kasat mata.
  3. Jejak Digital dan Sistem Skor: Setiap transaksi kartu kredit, riwayat pencarian Google, dan data lokasi GPS yang kita bagikan membangun profil digital kita. Sistem skor kredit, misalnya, secara langsung menghakimi perilaku finansial kita dan menentukan akses kita ke pinjaman di masa depan. Kesadaran ini mendorong kita untuk menjadi konsumen yang “baik” dan warga negara dengan catatan yang “bersih”, karena jejak digital kita memiliki konsekuensi di dunia nyata.
Baca Juga :  BPBD DKI Jakarta Peringatkan Warga Pesisir Utara Waspadai Banjir Rob 17–22 Agustus

Hilangnya Ruang untuk Menjadi Autentik

Panopticon digital ini membawa implikasi yang mendalam. Privasi sejati—kemampuan untuk bertindak tanpa ada pihak lain yang menilai atau mengawasi—perlahan-lahan menghilang. Ruang untuk melakukan kesalahan, bereksperimen dengan identitas, atau sekadar menjadi diri sendiri tanpa filter semakin menyempit.

Pengawasan konstan ini secara halus membentuk kita menjadi masyarakat yang lebih patuh dengan perilaku yang mudah ditebak. Kita belajar untuk mengikuti norma-norma tak tertulis dari dunia digital, menghindari penyimpangan, dan menampilkan versi terbaik dari diri kita setiap saat. Pada akhirnya, penjara yang paling efektif bukanlah yang terbuat dari jeruji besi, melainkan yang kita bangun sendiri di dalam pikiran, dan kesadaran bahwa seseorang—atau sesuatu—selalu mengawasi dari saku kita memicu proses ini.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital
Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi
Hujan Petir Diprediksi Guyur Jabodetabek 22 Oktober, Warga Diminta Siaga
Hidup di Dunia Simulasi Instagram: Ketika Citra Lebih Nyata dari Kenyataan
Dari Mitos Yunani Kuno Hingga Navigasi Para Pelaut

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:59 WIB

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:37 WIB

Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:21 WIB

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:15 WIB

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Berita Terbaru

Ilustrasi, Bagaimana ribuan klik dari orang-orang biasa bisa menciptakan perundungan massal? Sebuah pandangan melalui kacamata teori Banalitas Kejahatan dari Hannah Arendt. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:59 WIB

Ilustrasi, Dari kegembiraan murni menjadi tuntutan pasar, mengapa hobi yang dimonetisasi sering berakhir dengan kelelahan emosional atau burnout? Dok: Istimewa.

POLITIK

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:21 WIB

Ilustrasi, Dari K-Pop hingga kopi kekinian, mengapa kita serentak menyukai hal yang sama? Artikel ini mengungkap bagaimana kekuatan budaya tak terlihat membentuk selera kita. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:15 WIB