Fokus AS ke Asia: Ujian Relevansi bagi Eropa

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 14:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Saat Amerika Serikat mengalihkan pandangannya ke Indo-Pasifik, Eropa dipaksa untuk bertanya: masihkah kami menjadi prioritas utama bagi Washington? Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Saat Amerika Serikat mengalihkan pandangannya ke Indo-Pasifik, Eropa dipaksa untuk bertanya: masihkah kami menjadi prioritas utama bagi Washington? Dok: Istimewa.

BELGIA, POSNEWS.CO.ID – Selama beberapa dekade, Eropa menjadi pusat kebijakan luar negeri dan strategi keamanan Amerika Serikat. Namun, pergeseran lempeng tektonik geopolitik sedang terjadi. Kebijakan Washington yang semakin fokus pada Indo-Pasifik—strategi yang dikenal sebagai “Pivot to Asia”—telah memicu kecemasan mendalam di seluruh ibu kota Eropa.

Pergeseran ini memaksa Eropa untuk menghadapi pertanyaan eksistensial. Di dunia di mana Tiongkok adalah prioritas utama Amerika, mampukah Eropa menjaga relevansinya dan menjamin keamanannya sendiri?

Latar Belakang “Pivot to Asia”

Kebijakan “Pivot to Asia” bukanlah hal baru. Strategi ini dimulai sejak era Obama dan terus diperkuat oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya. Logikanya sederhana: pusat gravitasi ekonomi dan strategis dunia telah bergeser ke Timur. Kebangkitan Tiongkok menuntut perhatian, sumber daya, dan kehadiran militer Amerika yang lebih besar di kawasan Indo-Pasifik.

Bagi Washington, ini adalah permainan strategis jangka panjang. Namun bagi Eropa, pergeseran ini memiliki implikasi langsung. Washington kini mengalihkan sumber daya militer, diplomatik, dan finansialnya ke Asia, yang sebelumnya dialokasikan untuk Eropa.

Dampak bagi Keamanan Eropa

Pergeseran fokus Amerika Serikat menciptakan dilema keamanan yang serius bagi Eropa.

  1. Keraguan atas Komitmen AS: Para pejabat AS berulang kali menegaskan komitmen mereka terhadap NATO. Namun, pengalihan aset militer seperti kapal induk dan jet tempur canggih ke Pasifik mengirimkan sinyal yang berbeda. Hal ini menimbulkan keraguan, terutama di kalangan negara Eropa Timur, tentang seberapa cepat AS akan merespons krisis di Eropa.
  2. Tuntutan “Berbagi Beban” yang Lebih Besar: Selama bertahun-tahun, Washington telah mendesak sekutu Eropanya untuk lebih banyak berinvestasi dalam pertahanan. Dengan fokus pada Tiongkok, tuntutan ini kini memiliki urgensi lebih besar. AS secara implisit mengatakan bahwa Eropa harus mampu mengurus “halaman belakangnya” sendiri.
Baca Juga :  Era Soloism: Merayakan Kemerdekaan di Ruang Publik

Respons Para Pemimpin Eropa

Menghadapi kenyataan baru ini, Eropa tidak tinggal diam. Para pemimpin di seluruh benua sedang merumuskan respons strategis untuk beradaptasi.

  • Mempercepat “Otonomi Strategis”: Prancis memelopori gagasan kemandirian pertahanan Eropa. Kini, gagasan itu mendapatkan momentum baru. Tujuannya bukan untuk menggantikan NATO, melainkan membangun pilar Eropa yang lebih kuat di dalam aliansi. Ini berarti Eropa harus mampu melancarkan operasi militer secara mandiri jika perlu.
  • Peningkatan Anggaran Pertahanan: Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 menjadi katalisator. Jerman mengumumkan kebijakan Zeitenwende (“titik balik”), dan menyuntikkan dana €100 miliar untuk modernisasi militernya. Banyak negara Eropa lain mengikuti, dan secara signifikan meningkatkan anggaran pertahanan mereka.
  • Ikut Bermain di Indo-Pasifik: Eropa sadar tidak bisa mengabaikan pergeseran global. Karena itu, negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan bahkan Uni Eropa merilis strategi Indo-Pasifik mereka sendiri. Dengan mengirimkan kapal perang dan meningkatkan diplomasi di Asia, Eropa berusaha menunjukkan bahwa mereka tetap pemain global yang relevan.
Baca Juga :  Dilema ASEAN: Terjepit di Antara Payung Keamanan AS dan Magnet Ekonomi Tiongkok

Masa Depan Aliansi Transatlantik

Pergeseran poros Amerika ke Asia secara fundamental mengubah dinamika hubungan transatlantik. Eropa tidak bisa lagi hanya menjadi konsumen keamanan yang AS sediakan. Benua Biru harus bertransformasi menjadi mitra yang lebih setara dan mampu.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tantangan terbesarnya adalah apakah Eropa dapat mengatasi perpecahan internalnya. Mereka harus benar-benar membangun kapasitas pertahanan yang kredibel. Jika berhasil, aliansi transatlantik dapat menjadi lebih seimbang dan kuat. Namun jika gagal, Eropa berisiko kehilangan relevansinya, sementara AS semakin sibuk dengan rivalitasnya di seberang Pasifik.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

DJ Tabrak Tukang Becak hingga Tewas di Medan, Ngebut 100 Km/Jam Usai Mabuk
Gara-gara Serobot Antrean BBM, Sopir Angdes Ditembak Pemobil hingga Tewas
Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia
KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari
Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 10:11 WIB

DJ Tabrak Tukang Becak hingga Tewas di Medan, Ngebut 100 Km/Jam Usai Mabuk

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:54 WIB

Gara-gara Serobot Antrean BBM, Sopir Angdes Ditembak Pemobil hingga Tewas

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:24 WIB

Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia

Rabu, 22 Oktober 2025 - 08:59 WIB

KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Berita Terbaru