Ambisi BRICS+: Membangun Tatanan Dunia di Luar Kendali Barat

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 14:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Dengan ekspansi besar-besaran, blok BRICS+ kini secara terbuka menantang dominasi Barat melalui agenda de-dolarisasi dan penciptaan lembaga keuangan tandingan. Dok: BRICS+

Ilustrasi, Dengan ekspansi besar-besaran, blok BRICS+ kini secara terbuka menantang dominasi Barat melalui agenda de-dolarisasi dan penciptaan lembaga keuangan tandingan. Dok: BRICS+

BEIJING, POSNEWS.CO.ID – Para pemimpin BRICS—Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan—mengumumkan ekspansi besar-besaran. Dunia pun menyaksikan sebuah sinyal yang jelas. Ini bukan lagi sekadar forum ekonomi, melainkan sebuah blok politik dengan ambisi untuk membentuk kembali tatanan global.

Negara-negara kaya energi seperti Arab Saudi, UEA, dan Iran kini telah bergabung. Kekuatan regional seperti Mesir dan Ethiopia juga ikut serta. Akibatnya, BRICS+ kini memposisikan diri sebagai suara utama bagi “Global South”. Agenda mereka jelas: membangun dunia multipolar di mana Washington dan sekutunya tidak lagi mendikte.

Agenda Politik di Balik Ekspansi

Ekspansi keanggotaan BRICS+ memiliki tujuan politik yang jauh melampaui kerja sama ekonomi. Ini adalah upaya strategis untuk menciptakan koalisi yang dapat menandingi pengaruh kelompok G7 yang didominasi Barat.

BRICS+ kini menguasai sebagian besar produksi minyak, populasi, dan PDB global. Karena itu, blok ini memiliki bobot kolektif untuk menuntut reformasi. Mereka menargetkan lembaga global seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia yang dianggap terlalu mencerminkan kepentingan Barat. Blok ini ingin memberikan platform alternatif bagi negara berkembang yang merasa suaranya terabaikan.

Baca Juga :  Dunia Multipolar: Akhir dari Dominasi Amerika Serikat?

Perang Melawan Hegemoni Dolar

Salah satu pilar utama ambisi BRICS+ adalah kampanye de-dolarisasi. Selama beberapa dekade, dolar AS telah menjadi tulang punggung sistem keuangan global. Namun, Washington sering menggunakan sanksi ekonomi sebagai senjata. Hal ini mendorong banyak negara, termasuk anggota BRICS, untuk mencari alternatif.

Upaya de-dolarisasi ini mencakup beberapa inisiatif:

  • Perdagangan dalam Mata Uang Lokal: Anggota BRICS+ semakin aktif berdagang bilateral menggunakan mata uang mereka sendiri. Cara ini melewati sistem SWIFT yang berbasis dolar.
  • Proposal Mata Uang Bersama: Wacana tentang mata uang cadangan BRICS terus menguat. Meskipun masih tahap awal, ini menjadi tujuan jangka panjang untuk menantang supremasi dolar.

Tujuan utamanya adalah mengurangi kerentanan terhadap tekanan politik dan sanksi AS. Mereka juga ingin menciptakan sistem keuangan global yang lebih adil dan multipolar.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Membangun Lembaga Tandingan

Langkah paling konkret adalah pendirian lembaga global tandingan. Contoh utamanya adalah New Development Bank (NDB). Banyak pihak menyebutnya sebagai “Bank Dunia-nya BRICS”.

Baca Juga :  Demam Tulip: Saat Bunga Lebih Mahal dari Rumah

NDB berdiri pada 2014. Tujuannya adalah menyediakan pembiayaan infrastruktur bagi negara berkembang. Pinjaman dari NDB tidak memiliki syarat politik seperti yang sering menyertai pinjaman dari IMF atau Bank Dunia. Dengan modal besar dan keanggotaan yang terus bertambah, NDB adalah simbol nyata kemampuan BRICS+ untuk menciptakan institusi tandingan.

Tantangan Internal dan Masa Depan

Meskipun ambisinya besar, jalan BRICS+ tidaklah mulus. Blok ini menghadapi tantangan internal yang signifikan. Ada perbedaan politik yang tajam antar anggotanya,erdapat perbedaan politik yananggotanya, seperti persaingan strategis antara India dan Tiongkok. Selain itu, kesenjangan ekonomi antara raksasa seperti Tiongkok dan anggota lainnya juga menciptakan dinamika yang kompleks.

Namun, terlepas dari rintangan ini, arah pergerakannya sudah jelas. BRICS+ tidak dunia. Mereka sedang aktif membangun fondasi untuk sebuah era baru, di mana kekuatan tidak lagi terpusat di satu kutub.agi terpusat di satu kutub, melainkan tersebar di antara berbagai pusat pengaruh global.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

DJ Tabrak Tukang Becak hingga Tewas di Medan, Ngebut 100 Km/Jam Usai Mabuk
Gara-gara Serobot Antrean BBM, Sopir Angdes Ditembak Pemobil hingga Tewas
Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia
KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari
Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 10:11 WIB

DJ Tabrak Tukang Becak hingga Tewas di Medan, Ngebut 100 Km/Jam Usai Mabuk

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:54 WIB

Gara-gara Serobot Antrean BBM, Sopir Angdes Ditembak Pemobil hingga Tewas

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:24 WIB

Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia

Rabu, 22 Oktober 2025 - 08:59 WIB

KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Berita Terbaru