Hidup di Dunia Simulasi Instagram: Ketika Citra Lebih Nyata dari Kenyataan

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Instagram menyajikan sebuah realitas sempurna yang begitu meyakinkan, namun apakah kita sebenarnya hanya hidup dalam dunia salinan tanpa versi asli? Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Instagram menyajikan sebuah realitas sempurna yang begitu meyakinkan, namun apakah kita sebenarnya hanya hidup dalam dunia salinan tanpa versi asli? Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Coba buka aplikasi Instagram, maka dalam sekejap Anda akan tenggelam dalam dunia yang menakjubkan. Di sana, para influencer membagikan foto liburan di pulau tropis yang eksotis, menyantap hidangan di kafe-kafe estetis, dan menampilkan kehidupan yang tampak sempurna tanpa cela. Akibatnya, citra-citra ini terasa begitu hidup dan meyakinkan sehingga sering kali tampak lebih nyata daripada rutinitas harian kita sendiri. Oleh karena itu, kita pun bertanya, mengapa dunia digital ini memiliki daya pikat yang begitu kuat?

Sebenarnya, fenomena ini bukan sekadar tentang pamer atau pencitraan. Sebaliknya, kita sedang menyaksikan sebuah pergeseran fundamental dalam cara kita memahami realitas. Filsuf Prancis, Jean Baudrillard, bahkan telah meramalkan kondisi ini puluhan tahun lalu. Ia berteori bahwa kita sedang menuju sebuah era di mana salinan dan citra akan sepenuhnya menggantikan dunia nyata.

Simulacra dan Simulasi: Ketika Peta Menggantikan Wilayah

Jean Baudrillard memperkenalkan ide radikal tentang “Simulacra dan Simulasi”. Menurutnya, masyarakat modern telah kehilangan hubungan dengan kenyataan karena terlalu terobsesi dengan simbol dan citra. Ia menjelaskan bahwa berbagai model konseptual atau “simulasi” kini membangun realitas kita, meskipun model-model itu tidak lagi merujuk pada sesuatu yang asli.

Sederhananya, coba bayangkan sebuah peta yang begitu detail sehingga orang-orang mulai menggunakannya untuk menavigasi dunia. Pada akhirnya, mereka melupakan wilayah aslinya. Dengan demikian, peta tersebut, sang salinan, menjadi lebih penting daripada realitas itu sendiri. Inilah yang Baudrillard sebut sebagai hiperrealitas, yaitu sebuah kondisi ketika kita tidak lagi bisa membedakan simulasi dari kenyataan, bahkan simulasi terasa lebih nyata.

Baca Juga :  Natalius Pigai Tinjau Komnas HAM India untuk Perkuat Institusi HAM di Indonesia

Instagram sebagai Mesin Hiperrealitas

Platform seperti Instagram adalah contoh sempurna dari mesin penghasil hiperrealitas di zaman modern. Teori Baudrillard pun membantu kita membedah bagaimana proses ini terjadi.

  1. Feed yang Terkurasi dan Filter: Pertama, kehidupan yang kita lihat di Instagram bukanlah cerminan realitas, melainkan sebuah simulasi yang pengguna bangun secara hati-hati. Para pengguna memilih momen terbaik, menerapkan filter untuk menyempurnakan penampilan, dan menyusun feed mereka demi menciptakan narasi kehidupan yang ideal. Jelas, ini bukan lagi representasi dari kenyataan, melainkan penciptaan realitas baru yang lebih diinginkan.
  2. Avatar Metaverse dan Identitas Digital: Selanjutnya, konsep ini meluas ke dunia virtual lain. Misalnya, di metaverse, pengguna menciptakan avatar yang merupakan versi ideal dari diri mereka. Avatar ini kemudian berinteraksi dalam dunia simulasi, serta membangun hubungan dan ekonomi digital yang sepenuhnya terpisah dari dunia fisik. Bagi sebagian orang, identitas digital ini akhirnya menjadi lebih signifikan daripada identitas asli mereka.
  3. Berita Palsu (Hoax) yang Membentuk Opini: Terakhir, hiperrealitas juga muncul dalam bentuk informasi. Berita palsu atau hoax, meskipun tidak berdasar pada fakta, dapat menyebar dengan cepat dan akhirnya membentuk opini publik. Akibatnya, ketika cukup banyak orang mempercayai sebuah simulasi informasi, simulasi itu mulai menghasilkan konsekuensi nyata di dunia, seperti memengaruhi hasil pemilu atau memicu konflik sosial.
Baca Juga :  BMKG: Hujan Ringan Berpotensi Guyur Jabodetabek Sabtu 23 Agustus 2025

Tersesat dalam Kabut Simulasi

Tentu saja, hidup dalam hiperrealitas membawa bahaya yang signifikan. Pertama, kita berisiko kehilangan sentuhan dengan kenyataan yang otentik. Misalnya, ketika kita terus-menerus melihat standar kesempurnaan yang mustahil, kita mulai merasa bahwa kehidupan kita yang normal dan penuh kekurangan adalah sesuatu yang salah. Kedua, kondisi ini juga memicu kecemasan sosial yang meluas. Kita tanpa henti membandingkan “di balik layar” kehidupan kita dengan “panggung utama” dari kehidupan yang orang lain simulasikan. Akibatnya, kesenjangan ini menciptakan perasaan tidak mampu, iri, dan ketidakpuasan yang kronis. Pada akhirnya, tantangan terbesar adalah ketidakmampuan kita untuk membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Di dunia yang kini penuh dengan deepfake, citra buatan AI, dan persona online, kebenaran menjadi konsep yang semakin rapuh.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital
Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi
Hujan Petir Diprediksi Guyur Jabodetabek 22 Oktober, Warga Diminta Siaga
Bagaimana Gawai Mengawasi Setiap Gerak-Gerik Kita
Dari Mitos Yunani Kuno Hingga Navigasi Para Pelaut

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:59 WIB

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:37 WIB

Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:21 WIB

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:15 WIB

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Berita Terbaru

Ilustrasi, Bagaimana ribuan klik dari orang-orang biasa bisa menciptakan perundungan massal? Sebuah pandangan melalui kacamata teori Banalitas Kejahatan dari Hannah Arendt. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:59 WIB

Ilustrasi, Dari kegembiraan murni menjadi tuntutan pasar, mengapa hobi yang dimonetisasi sering berakhir dengan kelelahan emosional atau burnout? Dok: Istimewa.

POLITIK

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:21 WIB

Ilustrasi, Dari K-Pop hingga kopi kekinian, mengapa kita serentak menyukai hal yang sama? Artikel ini mengungkap bagaimana kekuatan budaya tak terlihat membentuk selera kita. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:15 WIB