JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Di tengah berita perlambatan ekonomi dan ancaman resesi, sebuah anomali menarik muncul di industri ritel. Penjualan kosmetik, terutama lipstik, justru menunjukkan tren peningkatan. Fenomena ini bukanlah kebetulan. Orang-orang mengenalnya sebagai “Efek Lipstik”.
Teori ini menjelaskan, saat konsumen menghadapi ketidakpastian ekonomi, mereka cenderung menahan diri. Mereka menunda membeli barang mewah yang mahal seperti tas desainer, mobil baru, atau liburan. Namun, keinginan untuk memanjakan diri dan merasakan sedikit kemewahan tidak hilang. Sebagai gantinya, mereka mengalihkannya ke barang-barang mewah yang lebih kecil dan terjangkau.
Kemewahan Kecil Sebagai Penenang Jiwa
Secara psikologis, membeli lipstik baru saat ekonomi sedang sulit berfungsi sebagai “hadiah kecil” atau mood booster. Ini adalah cara cepat untuk mendapat kepuasan dan merasa lebih baik tentang diri sendiri tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Membeli tas seharga Rp 20.000.000 terasa tidak mungkin, tetapi membeli lipstik seharga Rp 200.000 masih sangat terjangkau. Tindakan sederhana ini memberikan rasa kontrol dan normalitas di tengah situasi yang tidak menentu.
Indikator Ekonomi yang Tak Terduga
Leonard Lauder, pimpinan Estée Lauder, memopulerkan istilah “Efek Lipstik”. Ia memperhatikan penjualan lipstik perusahaannya meningkat setelah serangan teroris 9/11 dan resesi yang mengikutinya. Sejak saat itu, para pengamat melihat tren ini terjadi selama berbagai krisis ekonomi di seluruh dunia. Fenomena ini tidak hanya berlaku untuk lipstik. Kategori “kemewahan terjangkau” lain seperti kopi premium atau es krim juga bisa mengalami lonjakan serupa.
Sebuah Pernyataan Optimisme
Pada akhirnya, “Efek Lipstik” adalah cerminan dari ketahanan psikologis manusia. Ini menunjukkan bahwa orang akan selalu mencari cara untuk menemukan sedikit kegembiraan, bahkan di saat tersulit. Mereka akan terus merawat diri mereka sendiri. Membeli lipstik bukan hanya soal penampilan; ini adalah tindakan kecil yang penuh harapan. Ini adalah cara untuk berkata, “Saya mungkin tidak bisa mengontrol ekonomi, tapi saya bisa mengontrol perasaan saya hari ini.”
Jadi, jika Anda melihat teman Anda membeli lipstik baru di tengah berita ekonomi yang suram, jangan heran. Itu mungkin bukan sekadar belanja biasa, melainkan cara mereka untuk bertahan dan tetap merasa optimistis.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia