Geopolitik Mineral Kritis, Perang Baru Ekonomi Hijau

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 05:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Litium dan kobalt adalah minyak baru. Transisi energi hijau memicu perlombaan geopolitik global untuk mengontrol mineral kritis. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Litium dan kobalt adalah minyak baru. Transisi energi hijau memicu perlombaan geopolitik global untuk mengontrol mineral kritis. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Transisi global menuju ekonomi hijau—mulai dari mobil listrik hingga panel surya—sedang berjalan cepat. Namun, revolusi bersih ini sangat bergantung pada pasokan material mentah yang spesifik: mineral kritis.

Mineral-mineral ini, seperti litium, kobalt, nikel, dan kelompok rare earths (logam tanah jarang), adalah fondasi dari teknologi hijau. Mereka adalah komponen vital untuk baterai berkapasitas tinggi, turbin angin, dan semua teknologi yang akan mendefinisikan abad ke-21.

Peta Dominasi Global

Perlombaan untuk mengamankan mineral ini memiliki dua arena utama: hulu (penambangan) dan hilir (pemrosesan). Di sektor hulu, sumber daya geografis tersebar. Misalnya, Kongo mendominasi pasokan kobalt, sementara Chili dan Australia memimpin produksi litium, dan Indonesia adalah raja nikel.

Baca Juga :  Diplomasi Iklim: Selamatkan Bumi atau Panggung Pertarungan Kekuasaan Baru?

Namun, kekuatan sesungguhnya tidak terletak pada siapa yang menggali, tetapi siapa yang memurnikannya. Di sinilah satu negara mendominasi: Tiongkok. Mereka mengontrol sebagian besar kapasitas pemrosesan dan pemurnian global untuk hampir semua mineral kritis. Akibatnya, negara penambang pun seringkali harus mengirim bahan mentah mereka ke Tiongkok, menciptakan titik hambatan (bottleneck) strategis.

Perlombaan Rantai Pasok Baru

Ketergantungan yang mendalam pada satu negara ini membuat negara-negara Barat khawatir akan keamanan energi mereka. Sekarang, mereka berlomba untuk membangun rantai pasok independen.

Amerika Serikat meluncurkan Inflation Reduction Act (IRA). Ini bukan sekadar undang-undang iklim, tetapi kebijakan industri besar-besaran. UU ini memberi insentif fiskal yang kuat agar baterai diproduksi dan mineralnya dipasok dari Amerika Utara atau negara-negara sekutu.

Baca Juga :  Cairan Emas Modern: Mengapa Tinta Printer Begitu Mahal?

Di seberang Atlantik, Uni Eropa merilis Critical Raw Materials Act (CRMA). Tujuannya serupa: mendiversifikasi sumber pasokan, meningkatkan daur ulang, dan secara agresif mengurangi ketergantungan strategis pada Tiongkok.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Minyak Baru Geopolitik

Selama abad ke-20, perebutan akses terhadap minyak membentuk geopolitik global. Kini, di abad ke-21, transisi energi secara ironis telah menciptakan medan persaingan geopolitik baru. Ketergantungan pada minyak digantikan oleh ketergantungan pada mineral kritis.

Kedaulatan energi di masa depan tidak lagi hanya soal siapa yang menguasai sumur minyak, tetapi siapa yang mengontrol rantai pasok dari tambang hingga baterai.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN
Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada
Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm
Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka
Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher
BNN Luncurkan “Jaga Jakarta Tanpa Narkoba”, Tangkal Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Harvey Moeis Resmi Masuk Lapas Cibinong, Eksekusi Vonis 20 Tahun Penjara Kasus Timah
Sulap Baju Lama, Sebuah Fenomena Upcycling

Berita Terkait

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:26 WIB

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:03 WIB

Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:56 WIB

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:28 WIB

Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:03 WIB

Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher

Berita Terbaru

Banjir besar melanda Jakarta Selatan, 27 RT terendam hingga 110 cm usai hujan deras. BPBD kerahkan petugas, warga diminta waspada potensi banjir susulan. (BPBD)

JABODETABEK

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Okt 2025 - 19:56 WIB