JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Negara-negara sekutu mendirikan IMF dan Bank Dunia pasca-Perang Dunia II dalam konferensi Bretton Woods. Keduanya menjadi dua pilar utama tatanan ekonomi global dengan tujuan jelas: menciptakan stabilitas keuangan global dan membantu pembangunan kembali Eropa.
Namun, setelah hampir 80 tahun, dunia telah berubah drastis. Lembaga-lembaga yang secara tradisional didominasi oleh Amerika Serikat dan Eropa ini kini menghadapi krisis relevansi di tengah tatanan ekonomi baru yang multipolar.
Dominasi Pasca-Perang
Sejak awal, struktur kedua lembaga ini mencerminkan realitas geopolitik tahun 1945. Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa memegang hak suara terbesar yang memberi mereka kendali de-facto atas keputusan besar. Mereka merancang model ini untuk menjaga stabilitas di era Perang Dingin dan mempromosikan kapitalisme pasar bebas.
Cermin yang Retak
Tantangan terbesar pertama adalah soal representasi. Tatanan ekonomi saat ini tidak lagi didominasi Barat. Kekuatan ekonomi baru, terutama dari negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Brasil, memiliki PDB yang besar namun hak suaranya di IMF dan Bank Dunia masih sangat kecil. Hal ini menciptakan persepsi bahwa lembaga-lembaga tersebut gagal mencerminkan realitas ekonomi abad ke-21.
Tantangan kedua adalah warisan kebijakan mereka. Selama puluhan tahun, mereka mempromosikan paket kebijakan yang dikenal sebagai Washington Consensus. Ini adalah serangkaian resep ekonomi yang fokus pada privatisasi, deregulasi, dan penghematan anggaran. Namun, banyak pihak menganggap resep ini gagal, bahkan menuduhnya memperburuk kemiskinan dan ketimpangan di banyak negara berkembang.
Iklim dan Pandemi
Selain krisis legitimasi, IMF dan Bank Dunia kini menghadapi dorongan kuat untuk menangani isu-isu modern yang berada di luar mandat awal mereka. Dunia kini menghadapi tantangan eksistensial seperti perubahan iklim dan kesiapsiagaan pandemi.
Ada desakan kuat agar kedua lembaga ini memimpin pembiayaan transisi energi hijau. Publik juga menuntut mereka menciptakan mekanisme pendanaan global untuk krisis kesehatan di masa depan. Adaptasi ini krusial, namun seringkali berjalan lambat karena terbentur kepentingan politik internal.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Reformasi atau Redup?
Pertanyaannya kini mendesak: perlukah reformasi besar-besaran agar IMF dan Bank Dunia tetap relevan?
Tanpa perubahan signifikan dalam struktur tata kelola (hak suara) dan adaptasi cepat terhadap prioritas global baru, kedua pilar tatanan lama ini berisiko kehilangan pengaruh. Lembaga-lembaga regional baru mungkin akan menggantikan mereka, atau mereka akan kehilangan relevansinya di dunia yang semakin multipolar.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















