JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Tatanan perdagangan global sedang mengalami pergeseran fundamental. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang selama puluhan tahun menjadi wasit utama perdagangan bebas global, kini menghadapi krisis eksistensial.
Di tengah kelumpuhannya, sebuah tren baru yang kuat muncul: kebangkitan blok-blok dagang regional yang gesit.
Lumpuhnya WTO
Masalah utama WTO adalah kelumpuhan di jantung sistemnya, yaitu Badan Banding (Appellate Body). Badan ini berfungsi sebagai mahkamah agung untuk sengketa dagang antar negara.
Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat memblokir penunjukan hakim baru. Akibatnya, sejak akhir 2019, badan ini tidak memiliki kuorum dan tidak dapat berfungsi. Tanpa mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, WTO kehilangan giginya sebagai penegak aturan perdagangan global.
Tren Regionalisme yang Menguat
Karena WTO mandek, negara-negara tidak mau menunggu. Mereka beralih ke perjanjian yang lebih kecil dan lebih gesit untuk mengamankan rantai pasok dan akses pasar.
Kita melihat ledakan blok dagang regional. Contohnya jelas: RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) di Asia-Pasifik, USMCA (pengganti NAFTA) di Amerika Utara, dan CPTPP (Trans-Pacific Partnership) adalah bukti nyata. Perjanjian-perjanjian ini seringkali lebih dalam dan melampaui apa yang dapat seluruh 164 anggota WTO sepakati bersama.
Membangun atau Meruntuhkan?
Munculnya blok-blok ini menciptakan perdebatan sengit di kalangan ekonom. Di satu sisi, pendukungnya berargumen bahwa ini adalah building blocks (batu pijakan) yang baik. Mereka mempercepat liberalisasi perdagangan di antara anggota yang berpikiran sama.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, di sisi lain, kritikus khawatir ini adalah stumbling blocks (batu sandungan). Mereka mengkhawatirkan blok-blok ini akan menciptakan fragmentasi global, yang memecah dunia menjadi benteng-benteng dagang yang saling bersaing dan diskriminatif terhadap negara non-anggota.
Dari Multilateralisme ke Plurilateralisme
Apa yang kita saksikan adalah pergeseran besar dalam arsitektur perdagangan. Dunia beralih dari multilateralisme—satu aturan untuk semua anggota WTO—ke plurilateralisme, yaitu aturan yang hanya mengatur kelompok negara tertentu.
Alih-alih satu sistem global yang tunggal, kita bergerak menuju dunia dengan beberapa klub dagang besar. Ini adalah tatanan yang lebih kompleks, lebih politis, dan berpotensi kurang stabil dibandingkan era dominasi WTO.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















