JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Bayangkan Anda melihat sebuah video. Di dalamnya, seorang politisi terkenal mengumumkan perang, atau seorang CEO mengakui penipuan besar-besaran. Videonya terlihat asli, suaranya terdengar identik. Namun, kenyataannya, peristiwa itu tidak pernah terjadi.
Selamat datang di era deepfake. Teknologi kecerdasan buatan (AI) ini memungkinkan siapa saja membuat video atau audio palsu yang sangat canggih dan nyaris mustahil kita bedakan dari aslinya. Kita telah resmi memasuki era pasca-kebenaran, tempat orang bisa memanipulasi realitas itu sendiri.
Kekacauan Politik dan Erosi Kepercayaan
Awalnya, deepfake mungkin dikenal sebagai alat untuk skandal receh atau hiburan. Namun, ancaman sesungguhnya jauh lebih besar dan menakutkan.
Potensi terbesarnya adalah kekacauan politik dan disinformasi. Bayangkan dampak dari video deepfake seorang kandidat presiden yang mengucapkan ujaran rasis tepat sebelum hari pemilihan. Atau video palsu seorang pemimpin militer yang memberi perintah serangan. Kerusakan bisa terjadi sebelum orang sempat melakukan verifikasi.
Lebih jauh lagi, deepfake menghancurkan fondasi kepercayaan publik. Jika video atau rekaman audio tidak bisa lagi kita percaya sebagai bukti, apa yang tersisa? Ini menciptakan iklim liar’s dividend (keuntungan bagi pembohong). Dalam iklim ini, pejabat korup bisa dengan mudah menyangkal video asli dari kejahatan mereka hanya dengan mengklaimnya sebagai deepfake.
Perlombaan Senjata Digital
Di satu sisi, teknologi AI untuk membuat deepfake semakin mudah kita akses dan makin canggih. Di sisi lain, para peneliti dan perusahaan teknologi berpacu dalam “perang deteksi” untuk menciptakan alat yang bisa mengidentifikasi manipulasi digital ini.
Sayangnya, ini adalah perlombaan senjata yang tidak seimbang. Teknologi pembuat deepfake cenderung berkembang lebih cepat daripada teknologi pendeteksinya. Setiap kali peneliti merilis alat deteksi baru, pembuat deepfake menggunakannya untuk melatih AI mereka agar menjadi lebih pintar dan lebih sulit orang deteksi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Melihat Bukan Lagi Percaya
Kita sedang menuju masa depan yang tidak pasti, di mana “melihat bukan lagi berarti percaya”. Deepfake adalah ancaman eksistensial terhadap konsep kita tentang kebenaran.
Ini bukan lagi hanya masalah teknis, tapi masalah sosial. Solusinya tidak hanya bergantung pada teknologi deteksi yang lebih baik, tetapi pada literasi digital kritis. Kita sebagai publik harus membangun skeptisisme yang sehat, belajar memverifikasi sumber, dan tidak mudah menyebarkan informasi visual yang sensasional, bahkan jika itu terlihat sangat “nyata”.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















