TOKYO, POSNEWS.CO.ID – Kementerian Lingkungan Jepang pada Selasa (12/11/2025) mengumumkan draf revisi kebijakan ekowisata nasional. Langkah ini adalah revisi pertama sejak pemerintah menetapkan kebijakan tersebut pada tahun 2008.
Pemerintah mengambil langkah ini sebagai respons atas kekhawatiran bahwa lonjakan jumlah wisatawan asing (inbound visitors) dapat menyebabkan kerusakan permanen pada ekosistem berharga di negara itu. Pemerintah memperkirakan draf ini dapat selesai paling cepat pada Maret 2026.
Ancaman ‘Overtourism’ Akibat Media Sosial
Menurut draf tersebut, faktor-faktor seperti media sosial telah mendorong jumlah wisatawan yang berlebihan (overtourism) ke destinasi tertentu.
Akibatnya, terjadi berbagai masalah serius. Masalah ini termasuk kemacetan lalu lintas, pembuangan sampah ilegal, dan kerusakan langsung pada satwa liar serta tumbuhan di kawasan lindung.
Solusi: Monitoring Ketat dan Aturan Lokal
Meskipun mengakui adanya masalah, dokumen tersebut juga menegaskan bahwa ekowisata adalah “arah baru pariwisata.” Sebab, ekowisata mampu menyeimbangkan konservasi alam dan budaya dengan pengalaman pengunjung. Oleh karena itu, pemerintah menganggap upaya ini sebagai kunci untuk membangun komunitas lokal yang berkelanjutan.
Untuk itu, draf revisi ini mengusulkan beberapa langkah konkret:
- Monitoring Ketat: Draf mendesak pemerintah daerah untuk secara terus-menerus memantau dan menilai dampak pariwisata terhadap ekosistem dan kehidupan warga.
- Aturan Penggunaan Lokal: Draf merekomendasikan pemerintah daerah untuk membuat “aturan penggunaan” (Rules of Use) jika diperlukan. Pemerintah daerah harus membuat aturan ini setelah berkonsultasi dengan penduduk lokal dan operator pariwisata.
- Dukungan Pusat: Pemerintah pusat dapat memberikan dukungan finansial. Pemerintah akan menggunakan dukungan ini untuk melatih pemandu khusus dan meningkatkan layanan multibahasa di lokasi ekowisata.
Analisis: Masa Depan Turis Internasional di Jepang
Revisi kebijakan ini memberikan sinyal kuat tentang masa depan pariwisata internasional, tidak hanya di Jepang tetapi juga secara global. Era pariwisata massal yang berfokus pada kuantitas (jumlah kedatangan) tampaknya akan segera berakhir.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi turis internasional, kebijakan ini berarti:
- Tidak Lagi Bebas: Turis mungkin tidak bisa lagi mengunjungi lokasi-lokasi viral di media sosial kapan saja mereka mau. “Aturan penggunaan” bisa berarti pembatasan jumlah pengunjung harian, tiket masuk yang lebih mahal, atau kewajiban menggunakan pemandu lokal bersertifikat.
- Pergeseran ke Kualitas: Di sisi lain, kebijakan ini akan meningkatkan kualitas pengalaman. Dengan adanya pemandu terlatih dan layanan multibahasa, turis akan mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam dan otentik, bukan sekadar antre untuk berfoto.
- Penerapan Konsep “Turis Bertanggung Jawab”: Jepang secara efektif menyatakan bahwa mereka menginginkan “turis berkualitas” yang menghormati alam dan budaya lokal, bukan turis massal yang meninggalkan sampah dan kemacetan. Pada akhirnya, ini adalah pergeseran menuju pariwisata berkelanjutan yang kini menjadi tren global.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















