Data Analytics: Bagaimana Angka Mengubah Cara Kita Menonton Olahraga

Selasa, 18 November 2025 - 13:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Dari

Ilustrasi, Dari "Moneyball" hingga xG di sepak bola, data telah merevolusi olahraga. Tembakan jarak menengah di NBA mati demi efisiensi, dan algoritma kini mengalahkan intuisi scout. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Dahulu, kita menilai olahraga menggunakan “mata”. Kita percaya pada intuisi pelatih dan “bakat” yang para pemandu bakat (scout) lihat. Seorang pemain dianggap hebat karena ia terlihat hebat. Akan tetapi, semua itu berubah berkat satu tim bisbol miskin.

Kisah “Moneyball” adalah titik awal revolusi ini. Pada awal 2000-an, Oakland Athletics, sebuah tim bisbol dengan anggaran kecil, menantang tim-tim raksasa. Manajer mereka, Billy Beane, mengabaikan scout tradisional. Sebaliknya, ia menggunakan analisis data (statistik sabermetrics) untuk menemukan pemain-pemain yang statistiknya bagus meskipun penampilannya tidak meyakinkan (seperti on-base percentage).

Singkatnya, Beane membuktikan bahwa kalkulasi data yang objektif mampu mengalahkan intuisi subjektif dan anggaran yang jauh lebih besar. Sejak saat itu, olahraga tidak pernah sama lagi.

xG, Shot Chart, dan Biometrik

Kini, prinsip Moneyball telah menyebar dan berkembang jauh lebih canggih di semua cabang olahraga:

  1. xG (Expected Goals) di Sepak Bola: Di masa lalu, kita hanya menghitung “Total Tembakan”. Sekarang, metrik itu dianggap usang. Klub-klub top menggunakan Expected Goals (xG). Secara esensial, xG memberi nilai (misal 0.01 hingga 1.0) pada setiap tembakan berdasarkan kualitas peluangnya (jarak, sudut, posisi bek). Akibatnya, pelatih kini tahu bahwa menembak dari jarak 30 meter (xG rendah) adalah pemborosan penguasaan bola.
  2. Shot Chart di Basket (NBA): Demikian pula di NBA. Analisis data shot chart menunjukkan dengan sangat jelas bahwa tembakan paling efisien adalah tembakan tiga angka (three-pointer) atau layup/dunk (jarak dekat). Sementara itu, tembakan jarak menengah (mid-range) adalah tembakan paling tidak efisien.
  3. Sensor Biometrik (Beban Pemain): Lebih jauh lagi, data kini tidak hanya mengukur performa, tetapi juga kondisi fisik. Pemain kini mengenakan rompi GPS dan sensor biometrik saat latihan. Tim dapat memantau “beban” (load) latihan, tingkat kelelahan, dan risiko cedera secara real-time.

Matinya “Seni” Jarak Menengah

Tentu saja, banjir data ini mengubah strategi permainan secara fundamental:

  • Matinya Tembakan Jarak Menengah: Di NBA, tembakan mid-range yang dulu menjadi senjata andalan Michael Jordan, kini hampir mati. Analisis data membuktikan efisiensinya terlalu rendah. Akibatnya, pemain yang sering mengambil tembakan ini akan dianggap merugikan tim secara statistik, betapapun indahnya gerakan fadeaway mereka.
  • Rekrutmen Berbasis Algoritma: Selain itu, departemen scouting kini diisi oleh ilmuwan data. Klub-klub progresif (seperti Liverpool di era Michael Edwards, atau Brentford) meraih sukses besar. Mereka merekrut pemain bukan berdasarkan nama besar, melainkan karena angka-angka tersembunyi mereka cocok dengan “algoritma” dan kebutuhan sistem permainan pelatih.
Baca Juga :  Gubernur DKI Jakarta Ingin Pendidikan Lansia Ada di Setiap Kelurahan

Apakah Data Membunuh Keindahan Olahraga?

Akan tetapi, tidak semua orang bahagia dengan “pemberontakan angka” ini. Bagi para purist (penikmat olahraga murni), revolusi data telah “membunuh” keindahan, spontanitas, dan elemen “manusiawi” dari olahraga.

Baca Juga :  Meski Dana Transfer Pusat Dipotong, KJP dan KJMU di Jakarta Tetap Berlanjut

Mereka berargumen bahwa jika semua tim mengikuti data yang sama (misalnya, hanya mengambil 3 angka atau layup di NBA), maka semua tim akan bermain dengan gaya yang serupa. Permainan menjadi robotik dan membosankan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apakah “sihir” individu—seperti dribble ajaib Messi atau insting predator Ronaldo—bisa ditangkap sepenuhnya oleh metrik xG? Kritikus khawatir kita terlalu mengandalkan angka dan melupakan bahwa terkadang olahraga dimenangkan oleh insting dan momen ajaib yang tidak logis.

Keseimbangan Antara Intuisi dan Kalkulasi

Pada akhirnya, perdebatan ini adalah tentang mencari keseimbangan. Menolak data di era modern adalah kebodohan; itu sama saja dengan mengabaikan informasi krusial. Intuisi scout tradisional terbukti penuh bias.

Namun, mengandalkan data secara buta juga berbahaya. Data hanya mencatat apa yang telah terjadi di masa lalu; ia tidak selalu bisa memprediksi kejeniusan yang melanggar pola.

Maka, pelatih dan manajer terbaik di era Moneyball adalah mereka yang mampu mensintesis keduanya. Mereka menggunakan kalkulasi mesin sebagai masukan untuk mempertajam intuisi manusiawi mereka. Mereka tahu kapan harus mempercayai angka, dan kapan harus mempercayai insting juara di lapangan.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Banjir Jakarta Makin Meluas: 30 RT Terendam, Air Tembus 90 Cm Usai Hujan Deras
Menteri Supratman, Aturan Penyadapan Bakal Disatukan dalam Satu UU Khusus
Imigrasi Amankan WZ, Buronan Penipuan Rp 2,2 Triliunan Asal China di Batam
Suporter atau Perusuh? Membedah Psikologi Massa di Stadion
Kasus Video Porno Lisa Mariana, Model Cantik Ini Kembali Diperiksa Polisi
Banjir 50 Cm Rendam Tiga Ruas Jalan Jakarta, Lalu Lintas Lumpuh
Kampung Tanah Harapan Diresmikan di Jakut, Pemprov DKI Janji Perbaiki Fasilitas Warga
Di Balik Medali Emas: Krisis Kesehatan Mental Atlet Elite

Berita Terkait

Selasa, 18 November 2025 - 17:23 WIB

Banjir Jakarta Makin Meluas: 30 RT Terendam, Air Tembus 90 Cm Usai Hujan Deras

Selasa, 18 November 2025 - 16:31 WIB

Menteri Supratman, Aturan Penyadapan Bakal Disatukan dalam Satu UU Khusus

Selasa, 18 November 2025 - 15:59 WIB

Imigrasi Amankan WZ, Buronan Penipuan Rp 2,2 Triliunan Asal China di Batam

Selasa, 18 November 2025 - 15:53 WIB

Suporter atau Perusuh? Membedah Psikologi Massa di Stadion

Selasa, 18 November 2025 - 15:35 WIB

Kasus Video Porno Lisa Mariana, Model Cantik Ini Kembali Diperiksa Polisi

Berita Terbaru