AMSTERDAM, POSNEWS.CO.ID — Di tengah Zaman Keemasan Belanda, saat perdagangan dan kekayaan melimpah, sebuah komoditas tak terduga menjadi simbol status tertinggi: bunga tulip. Bunga eksotis yang baru tiba dari Kekaisaran Ottoman ini begitu memikat, hingga memicu kegilaan kolektif yang kini orang kenal sebagai “Tulip Mania”—salah satu gelembung spekulatif paling terkenal dalam sejarah.
Kisah ini adalah pelajaran abadi tentang bagaimana euforia pasar dan keserakahan dapat mengubah barang biasa menjadi aset yang harganya melampaui akal sehat, sebelum akhirnya hancur berkeping-keping.
Bunga yang Menjadi Emas
Awalnya, kaum elit dan para botanis menjadi satu-satunya yang memiliki tulip sebagai barang mewah. Namun, keindahannya, terutama varietas langka dengan corak warna “pecah” akibat serangan virus, membuatnya sangat diminati. Seiring waktu, bukan hanya kaum bangsawan yang membeli tulip. Para pedagang, pengrajin, hingga pelayan ikut terjun ke pasar, bukan untuk menanam bunganya, melainkan untuk menjualnya kembali dengan keuntungan besar.
Harga tulip meroket gila-gilaan. Orang-orang mulai memperdagangkan umbi tulip di bursa saham layaknya komoditas berharga. Mereka bahkan memperjualbelikan kontrak tulip untuk panen di masa depan, sebuah bentuk awal dari perdagangan berjangka (futures trading).
Puncak Kegilaan dan Kehancuran
Pada musim dingin tahun 1636-1637, kegilaan mencapai puncaknya. Ada catatan yang menyebutkan seseorang menukar satu umbi tulip langka, Semper Augustus, dengan sebuah rumah megah di tepi kanal Amsterdam. Orang-orang rela menukarkan tanah, ternak, dan seluruh tabungan hidup mereka demi beberapa umbi bunga. Mereka percaya bahwa akan selalu ada orang lain yang bersedia membeli dengan harga lebih tinggi.
Namun, seperti semua gelembung, gelembung tulip pun akhirnya pecah. Pada Februari 1637, tanpa alasan yang jelas, harga tulip di sebuah lelang tiba-tiba anjlok. Berita menyebar dengan cepat dan memicu kepanikan massal. Semua orang serentak menjual, tetapi tidak ada lagi pembeli. Dalam hitungan minggu, harga tulip jatuh lebih dari 90%, membuat banyak spekulan kaya raya menjadi bangkrut dalam semalam.
Pelajaran dari Sejarah
Meskipun beberapa sejarawan modern berpendapat dampaknya tidak sedramatis cerita yang beredar, Tulip Mania tetap menjadi studi kasus klasik tentang psikologi pasar. Kisah ini menunjukkan bagaimana spekulasi dan keyakinan bahwa harga akan terus naik dapat mendorong harga sebuah aset terlepas sepenuhnya dari nilai intrinsiknya. Dari gelembung dot-com di akhir 90-an hingga kegilaan cryptocurrency di era modern, gema dari Tulip Mania masih terasa hingga hari ini, mengingatkan kita bahwa euforia pasar sering kali berakhir dengan air mata.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia