Membongkar Kekerasan Simbolik di Ruang Rapat

Kamis, 23 Oktober 2025 - 08:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Mengapa ide cemerlang sering diabaikan jika datang dari junior? Inilah bagaimana teori 'Kekerasan Simbolik' Pierre Bourdieu menjelaskan dominasi yang tak terlihat di tempat kerja. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Mengapa ide cemerlang sering diabaikan jika datang dari junior? Inilah bagaimana teori 'Kekerasan Simbolik' Pierre Bourdieu menjelaskan dominasi yang tak terlihat di tempat kerja. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Bayangkan sebuah skenario rapat: seorang staf junior mengajukan ide inovatif, namun idenya berlalu begitu saja. Lima menit kemudian, seorang manajer senior mengutarakan poin yang sama persis dengan bahasa yang lebih percaya diri, dan seluruh ruangan mengangguk setuju.

Ini bukan kebetulan; ini adalah pertunjukan kekuasaan. Mengapa kita secara kolektif lebih menghargai pendapat dari orang dengan jabatan tinggi, aksen tertentu, atau lulusan universitas ternama, sementara mengabaikan yang lain? Jawabannya terletak pada konsep kekerasan yang tak kasat mata: Kekerasan Simbolik.

Teori di Balik Dominasi Halus

Sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu, memperkenalkan konsep “Kekerasan Simbolik” (Symbolic Violence). Ini bukanlah kekerasan fisik, melainkan dominasi yang terjadi secara halus dan seringkali tidak kita sadari.

Dominasi ini bekerja melalui penerimaan kita terhadap norma, struktur, dan hierarki sosial sebagai sesuatu yang “wajar” atau “alami”. Dalam sistem ini, mereka yang didominasi (misalnya, karyawan junior) tanpa sadar menyetujui dominasi tersebut karena mereka telah menerima aturan main yang struktur kekuasaan tetapkan (misalnya, “manajer memang lebih tahu”).

Baca Juga :  Mitos Kerja Keras Pangkal Kaya

Bahasa Tubuh dan Gelar sebagai Senjata

Di ruang rapat, kekerasan simbolik beroperasi melalui apa yang Bourdieu sebut sebagai “modal”. Gelar (Manajer, Direktur), almamater (universitas ternama), cara berpakaian (setelan mahal), dan bahkan cara berbicara (aksen atau jargon korporat) adalah “Modal Simbolik”.

Ini adalah simbol-simbol yang semua orang di ruangan itu akui sebagai penanda otoritas. Bahasa tubuh—seperti duduk di kepala meja atau interupsi yang percaya diri—memperkuat kekuasaan ini. Ini adalah kekerasan halus karena tidak ada yang memaksa; kita secara sukarela tunduk pada hierarki ini karena kita telah belajar bahwa simbol-simbol tersebut lebih berharga daripada ide itu sendiri.

Baca Juga :  Pelajaran dari Filsafat Stoa: Menemukan Ketenangan di Tengah Kekacauan

Melanggengkan Ketimpangan Tanpa Paksaan

Implikasi terbesar dari kekerasan simbolik adalah bagaimana dominasi ini terus mereproduksi ketimpangan, baik di tempat kerja maupun di institusi pendidikan. Dominasi ini tidak memerlukan paksaan fisik atau ancaman.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia bekerja melalui persetujuan diam-diam dari mereka yang didominasi. Ketika kita mengabaikan ide junior dan memuji ide senior (meskipun sama), kita mengonfirmasi kembali struktur kekuasaan. Karyawan junior belajar bahwa “tempat mereka” adalah untuk diam, dan siklus itu berlanjut. Ini adalah cara paling efisien untuk mempertahankan status quo: membuat yang tertindas berpartisipasi dalam penindasan mereka sendiri.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN
Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada
Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm
Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka
Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher
BNN Luncurkan “Jaga Jakarta Tanpa Narkoba”, Tangkal Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Harvey Moeis Resmi Masuk Lapas Cibinong, Eksekusi Vonis 20 Tahun Penjara Kasus Timah
Sulap Baju Lama, Sebuah Fenomena Upcycling

Berita Terkait

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:26 WIB

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:03 WIB

Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:56 WIB

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:28 WIB

Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:03 WIB

Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher

Berita Terbaru

Banjir besar melanda Jakarta Selatan, 27 RT terendam hingga 110 cm usai hujan deras. BPBD kerahkan petugas, warga diminta waspada potensi banjir susulan. (BPBD)

JABODETABEK

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Okt 2025 - 19:56 WIB