JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Buka linimasa media sosial Anda. Kemungkinan besar, Anda akan melihat sabuk dengan gesper GG yang ikonik, tas dengan pola monogram LV, atau kaus sederhana yang harganya selangit hanya karena satu kata: Balenciaga. Fenomena pamer logo secara terang-terangan, atau logomania, telah kembali dengan kekuatan penuh.
Pakaian, tas, atau sabuk kini tidak lagi hanya berfungsi sebagai penutup tubuh, melainkan juga sebagai papan reklame berjalan untuk identitas dan status sosial.
Dari Norak Menjadi Tren
Tren ini memiliki sejarah yang menarik. Sebagai contoh, selama beberapa dekade, terutama di era 2010-an, quiet luxury atau kemewahan sunyi menjadi standar. Akibatnya, banyak orang menganggap pameran logo secara eksplisit sebagai tindakan norak, pamer, atau identik dengan new money (orang kaya baru). Orang beranggapan bahwa kekayaan sejati tidak perlu “berteriak”.
Namun, siklus fashion berputar. Kini, pameran logo yang dulu orang anggap tidak berkelas justru kembali menjadi high fashion. Budaya streetwear dan pengaruh selebriti di media sosial berhasil mengubah persepsi ini, akhirnya menjadikan logo sebagai elemen desain yang esensial.
Psikologi di Balik Status Instan
Mengapa kita melakukannya? Jawabannya ada dalam psikologi status. Sosiolog Thorstein Veblen, dalam teorinya tentang Conspicuous Consumption (Konsumsi Mencolok), berargumen bahwa orang membeli barang mewah bukan karena nilai gunanya, melainkan untuk mendemonstrasikan kekayaan dan status sosial mereka.
Di era media sosial yang serba visual dan cepat, argumen Veblen tentu saja menjadi lebih relevan dari sebelumnya. Sebuah logo adalah penanda status yang instan. Dalam sepersekian detik saat scroll, orang lain bisa langsung “membaca” posisi sosial Anda tanpa perlu penjelasan. Singkatnya, logo adalah jalan pintas komunikasi sosial yang paling efisien.
Fashion sebagai Komunikasi
Oleh karena itu, Logomania pada akhirnya menegaskan satu hal: fashion bukan hanya soal pakaian, tetapi alat komunikasi non-verbal. Saat kita memilih untuk memakai logo yang mudah dikenali, kita secara sadar (atau tidak sadar) berpartisipasi dalam permainan status.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kita mungkin tidak mengatakannya dengan lantang, tetapi logo di tas atau kaus kita mengirimkan pesan yang jelas. Kita menegaskan posisi sosial dan identitas yang kita inginkan di panggung digital dan dunia nyata.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















