WASHINGTON, POSNEWS.CO.ID – Selama berabad-abad, Kutub Utara adalah benteng es yang beku. Namun, pemanasan global kini mengubahnya dengan cepat. Lapisan es yang mencair tidak hanya memicu krisis lingkungan, tetapi juga membuka “samudra baru” di puncak dunia. Samudra ini menyimpan harta karun sumber daya alam dan jalur pelayaran strategis.
Akibatnya, wilayah yang dulu sunyi ini berubah menjadi arena persaingan geopolitik baru. Kekuatan dunia seperti Rusia, Tiongkok, dan negara Arktik lainnya kini berlomba menancapkan klaim. Mereka ingin mengamankan pengaruh di “perbatasan terakhir” bumi ini.
Rusia: Sang Penguasa Arktik
Bagi Rusia, Kutub Utara adalah halaman belakang strategis dan identitas nasional. Dengan garis pantai Arktik terpanjang, Moskow secara agresif menegaskan kembali dominasinya di kawasan itu.
- Militarisasi Kawasan: Rusia membuka kembali dan memodernisasi puluhan pangkalan militer era Soviet. Mereka menempatkan sistem pertahanan udara canggih dan melatih pasukan khusus untuk perang di suhu beku.
- Mengontrol Jalur Laut Utara (NSR): Rusia mengklaim kontrol atas Jalur Laut Utara, sebuah rute pelayaran di sepanjang pantainya. [Gambar kapal pemecah es Rusia di Kutub Utara] Rute ini dapat memangkas waktu tempuh antara Asia dan Eropa hingga 40%. Moskow pun mewajibkan kapal asing meminta izin dan membayar biaya transit. Armada kapal pemecah es bertenaga nuklir terbesar di dunia mendukung klaim ini.
Tiongkok: Ambisi Jalur Sutra Kutub
Tiongkok tidak memiliki wilayah di Arktik. Namun, Beijing mendeklarasikan diri sebagai “negara dekat-Arktik” dan menunjukkan minat besar. Dua tujuan utama mendorong ambisi Beijing:
- Sumber Daya Alam: Para ahli memperkirakan Kutub Utara menyimpan 13% cadangan minyak dan 30% cadangan gas alam dunia. Sebagai konsumen energi terbesar, Tiongkok melihat kawasan ini sebagai sumber pasokan masa depan.
- Jalur Sutra Kutub (Polar Silk Road): Tiongkok secara aktif mempromosikan Jalur Laut Utara sebagai bagian dari Belt and Road Initiative (BRI). Rute ini menawarkan alternatif yang lebih cepat dan aman dari Selat Malaka yang padat, di mana Tiongkok merasa rentan.
Barat yang Waspada
Negara-negara Arktik lain semakin khawatir dengan manuver Rusia dan ambisi Tiongkok. Negara-negara ini termasuk AS, Kanada, Denmark, Norwegia, dan Islandia. Sebagai respons, aliansi Barat melalui NATO mulai meningkatkan kehadirannya.
AS dan Kanada melakukan patroli angkatan laut dan udara bersama. NATO juga rutin mengadakan latihan militer di kawasan itu. Tujuannya adalah menunjukkan kesiapan dan menantang klaim Rusia. Bagi mereka, ini bukan hanya soal sumber daya. Mereka ingin mempertahankan kebebasan navigasi dan tatanan internasional di wilayah vital ini.
Permainan Besar di Puncak Dunia
Kutub Utara yang mencair memicu “Permainan Besar” baru di abad ke-21. Taruhannya sangat tinggi. Ada cadangan energi masif yang dapat mengubah pasar global. Ada pula jalur perdagangan yang akan memetakan ulang logistik dunia. Terakhir, ada perebutan keseimbangan kekuatan di kawasan strategis ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat es terus mencair, para analis memperkirakan persaingan geopolitik akan semakin memanas. Hal ini akan membawa era baru ketidakpastian dan potensi konflik.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia