Logika Massa di Balik Amuk Digital

Kamis, 23 Oktober 2025 - 08:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Dari 'cancel culture' hingga 'dogpiling', mengapa netizen bisa begitu beringas? Teori Psikologi Kerumunan Le Bon menjelaskan bagaimana kita kehilangan nalar dalam massa digital. Dok: Istimewa.

Ilustrasi, Dari 'cancel culture' hingga 'dogpiling', mengapa netizen bisa begitu beringas? Teori Psikologi Kerumunan Le Bon menjelaskan bagaimana kita kehilangan nalar dalam massa digital. Dok: Istimewa.

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Satu cuitan yang salah. Satu video yang disalahpahami. Akibatnya, dalam hitungan jam, ribuan akun anonim muncul untuk menyerang, menghujat, dan “mengadili” satu individu. Kita mengenal fenomena ini sebagai cancel culture atau dogpiling (pengeroyokan digital).

Rasionalitas seakan lenyap; amuk massa yang impulsif menggantikannya. Lalu, mengapa orang-orang yang mungkin baik hati dalam kehidupan nyata, bisa menjadi begitu beringas saat berada di kerumunan online? Sosiolog klasik Gustave Le Bon sudah memiliki jawabannya lebih dari seabad yang lalu.

Teori di Balik Amuk Massa

Dalam karyanya yang monumental, The Crowd: A Study of the Popular Mind (1895), Le Bon berpendapat bahwa individu mengalami transformasi psikologis radikal ketika bergabung dalam kerumunan. Akibatnya, identitas personal dan kapasitas intelektual mereka lenyap; “pikiran kolektif” (collective mind) menggantikannya.

Baca Juga :  Skandal Rektor USU: KPK Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Menurut Le Bon, kerumunan ini bersifat impulsif, mudah tersinggung, dan tidak rasional. Bahkan, mereka bertindak berdasarkan emosi, bukan akal sehat. Lebih lanjut, faktor utamanya adalah anonimitas—merasa tak terlihat membuat individu kehilangan rasa tanggung jawab moral.

Media Sosial sebagai Kerumunan Digital

Media sosial adalah kerumunan digital ciptaan Le Bon yang menjadi kenyataan. Sebagai contoh, platform seperti X (sebelumnya Twitter) atau kolom komentar Instagram adalah arena di mana ribuan individu anonim berkumpul. Anonimitas (melalui akun default atau buzzer) dan kecepatan penyebaran informasi menciptakan kondisi ideal bagi terbentuknya pikiran kolektif.

Oleh karena itu, “Kebenaran” tidak lagi penting; yang penting adalah kesamaan emosi. Saat satu tagar menjadi tren, itu adalah sinyal emosional yang menyatukan kerumunan. Kemudian, kerumunan itu bergerak secara impulsif untuk menghakimi dan menghukum. Individu pun kehilangan nalar kritisnya dan “menunggangi” gelombang emosi kolektif yang brutal.

Baca Juga :  Cara Mudah Daftar PIP 2025 dan Cek Jadwal Pencairan Bantuan Pendidikan

Keadilan di Era Viralitas

Bahaya terbesar dari logika massa digital ini adalah hilangnya akal sehat individu. Sebab, dalam kerumunan, tidak ada ruang untuk nuansa atau proses check and balance. Pada akhirnya, viralitas menggantikan keadilan. Massa bisa “membatalkan” (cancelled) seseorang sebelum individu itu sempat memberi penjelasan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu, ini menjadi tantangan besar bagi tatanan sosial di era digital. Ketika setiap individu bisa menjadi bagian dari massa penghakiman kapan saja, kita kehilangan pilar utama masyarakat yang rasional: tanggung jawab personal dan keadilan yang proporsional.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN
Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada
Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm
Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka
Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher
BNN Luncurkan “Jaga Jakarta Tanpa Narkoba”, Tangkal Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Harvey Moeis Resmi Masuk Lapas Cibinong, Eksekusi Vonis 20 Tahun Penjara Kasus Timah
Sulap Baju Lama, Sebuah Fenomena Upcycling

Berita Terkait

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:26 WIB

Wacana PPPK Jadi PNS Mencuat Lagi, DPR: Belum Masuk Pembahasan Resmi UU ASN

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:03 WIB

Bekasi Tetapkan Status Siaga Darurat Banjir Hingga April 2026, Warga Diminta Waspada

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:56 WIB

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:28 WIB

Pohon Rengas Tumbang di Dharmawangsa, 5 Mobil Ringsek – 2 Warga Luka

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:03 WIB

Mayat Pria di Siak Dikubur Berterpal, Polisi Ungkap Luka Sadis di Kepala dan Leher

Berita Terbaru

Banjir besar melanda Jakarta Selatan, 27 RT terendam hingga 110 cm usai hujan deras. BPBD kerahkan petugas, warga diminta waspada potensi banjir susulan. (BPBD)

JABODETABEK

Banjir Kepung Jakarta Selatan, 27 RT Terendam, Air Capai 110 Cm

Kamis, 30 Okt 2025 - 19:56 WIB