JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Coba perhatikan pusat perbelanjaan atau linimasa media sosial Anda. Sesuatu yang familier dari masa lalu kini kembali dengan kekuatan penuh: era Y2K. Low-rise jeans (jeans pinggul rendah), baby tees (kaus ketat berukuran kecil), warna-warna metalik dan glossy, serta aksesori manik-manik yang ceria tiba-tiba ada di mana-mana.
Dunia fashion saat ini tengah mengalami gelombang nostalgia besar-besaran terhadap gaya tahun 2000-an awal. Akibatnya, kita melihat kebangkitan estetika yang dulu orang asosiasikan dengan Britney Spears, Paris Hilton, dan film Mean Girls.
Nostalgia Tanpa Pengalaman
Hal yang paling menarik dari tren ini adalah paradoksnya. Penggerak utama kebangkitan Y2K adalah Gen Z, sebuah generasi yang secara teknis masih terlalu muda (atau bahkan belum lahir) untuk mengalami era tersebut secara sadar.
Lalu, bagaimana mereka bisa “rindu” pada masa yang tidak mereka jalani? Jawabannya ternyata terletak pada psikologi nostalgia dan cara kerja siklus tren di era digital.
Mengapa Y2K? Pelarian & Optimisme
Kebangkitan Y2K bukan sekadar soal pakaian, melainkan sebuah fenomena psikologis. Para ahli melihat ini sebagai bentuk pelarian dari dunia modern.
Era Y2K, setidaknya dalam kenangan kolektif, memiliki asosiasi dengan optimisme teknologi yang naif (sebelum krisis finansial 2008 dan ledakan media sosial yang toksik), keceriaan yang cenderung “norak”, dan eksperimentasi mode yang berani. Oleh karena itu, estetika yang ceria dan penuh warna ini menjadi antitesis dari dunia saat ini yang sering terasa rumit, cemas, dan penuh krisis. Gen Z sebenarnya tidak merindukan realitas tahun 2000-an; mereka merindukan ide atau citra yang diwakilinya.
Siklus 20 Tahun
Secara klasik, pakar mode sering merujuk pada “Siklus 20 Tahun”. Ini adalah teori bahwa fashion dan tren budaya cenderung berputar setiap dua dekade.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dua puluh tahun adalah waktu yang pas bagi sebuah tren untuk “mati”, terlupakan oleh generasi yang lebih tua, dan kemudian “ditemukan kembali” sebagai sesuatu yang baru dan keren oleh generasi muda. Apa yang dulu milenial anggap kuno, kini Gen Z anggap sebagai vintage dan otentik. Selain itu, TikTok dan Instagram hanya berfungsi sebagai akselerator yang menyebarkan siklus ini lebih cepat dari sebelumnya.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















