JAKARTA, POSNEWS.CO.ID –Â Praktik korupsi di Indonesia kian hari semakin menggila. Mereka sudah mengenyampingkan norma-norma dalam agama dan hanya mengejar kehidupan duniawi.
Aksi busuk itu menyebar luas ke berbagai lini: lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan sektor swasta dan lembaga pendidikan pun ikut tercemar.
Situasi ini menegaskan bahwa perang melawan korupsi tidak bisa setengah hati.
Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita ke-7 menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat reformasi hukum dan birokrasi, sekaligus memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi serta narkoba.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam menyelamatkan keuangan negara dan menegakkan keadilan.
Data Ungkap Minimnya Pemulihan Kerugian Negara
Faktanya, pendekatan hukum yang selama ini diterapkan masih berorientasi pada pemidanaan semata. Polisi memang berhasil memenjarakan pelaku, namun pemulihan kerugian negara akibat korupsi tetap minim.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Data lima tahun terakhir menunjukkan angka yang memprihatinkan.
Berikut catatan Kortas Tipikor Bareskrim Polri dan seluruh Polda di Indonesia:
- 2020: Kerugian negara Rp2,16 triliun, hanya Rp356,7 miliar (16,5%) yang berhasil diselamatkan.
- 2021: Kerugian Rp2,14 triliun, pemulihan Rp439,5 miliar (20,5%).
- 2022: Kerugian Rp5,34 triliun, pemulihan Rp1,19 triliun (22,4%).
- 2023: Kerugian Rp3,12 triliun, pemulihan Rp733 miliar (23,5%).
- 2024: Kerugian Rp4,75 triliun, pemulihan Rp909 miliar (19,1%).
Angka tersebut memperlihatkan betapa penegakan hukum yang represif belum mampu menekan angka korupsi maupun mengembalikan uang negara secara maksimal.
AKBP Dr. Armunanto Hutahaean Dorong Transformasi Penegakan Hukum
Melihat kondisi itu, AKBP Dr. Armunanto Hutahaean, SE., SH., MH., yang tengah mengikuti Pendidikan Kepemimpinan Nasional Tingkat II LAN, menggagas proyek perubahan bertajuk:
“Transformasi Penyelidikan dan Penyidikan dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Polda Metro Jaya dalam Rangka Penyelamatan Keuangan Negara.”
Transformasi ini menggeser paradigma lama. Penyelidikan dan penyidikan yang sebelumnya berfokus pada pemidanaan (punitive justice) kini diarahkan menuju pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Artinya, selain memberikan sanksi pidana dan denda, aparat juga berupaya memulihkan kerugian keuangan negara secara nyata.
Langkah ini sejalan dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal penindakan, tetapi juga pencegahan dan pemulihan aset negara.
Restorative Justice: Menegakkan Hukum Tanpa Melemahkan Sanksi
Pendekatan Restorative Justice bukan berarti melunakkan hukum. Sebaliknya, metode ini menyeimbangkan keadilan bagi negara sebagai korban, pelaku, dan masyarakat. Tujuannya jelas:
menyelamatkan uang negara tanpa mengabaikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Agar transformasi ini berjalan kuat dan terarah, Polri mendorong lahirnya payung hukum baru berupa undang-undang yang mengatur penerapan Restorative Justice dalam penanganan korupsi.
Langkah hukum ini menjadi bukti komitmen negara dalam:
- memberantas korupsi secara berkelanjutan,
- memulihkan keuangan negara, dan
- mewujudkan keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum. (red)





















