CIREBON, POSNEWS.CO.ID – Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) mendesak pemerintah evaluasi kebijakan perikanan tangkap dan tegaskan keadilan untuk pelaut Indonesia.
Hal ini diungkapkan dalam Rembuk Nelayan Nasional 2025 yang di gelar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sekaligus syukuran HUT ke-26 KKP di Pelabuhan Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat, Minggu (26/10/2025).
Acara ini menjadi forum komunikasi terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha perikanan di seluruh Indonesia. Dalam forum tersebut, SNI menyoroti berbagai persoalan yang tengah menghantui sektor perikanan nasional.
SNI menegaskan dukungannya terhadap forum ini, namun juga mendesak pemerintah segera mengevaluasi kebijakan yang dinilai memberatkan nelayan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Umum SNI Hadi Sutrisno menegaskan pemerintah harus meninjau ulang kebijakan tarif PNBP subsektor perikanan tangkap yang kini dinilai terlalu tinggi.
“Tarif idealnya cukup 3 persen, agar adil dan tetap menjaga keberlanjutan usaha nelayan serta penerimaan negara,” ujarnya tegas.
Hadi juga menolak pemberlakuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) laut untuk nelayan tangkap.
“Sektor ini bukan padat modal, tapi padat perjuangan. Beban tambahan justru bisa melemahkan semangat dan daya saing nelayan,” katanya.
Naturalisasi Kapal Asing Potensi Konflik
Sementara itu, Sekjen SNI James Then, yang juga Ketua Himpunan Nelayan Purseseine Nusantara (HNPN), mengkritik naturalisasi kapal asing yang dinilai berpotensi memicu konflik dengan nelayan lokal.
“Kapal banyak yang mangkrak, sementara nelayan kita makin susah. Ini harus dikaji ulang,” tegas James.
Ia juga mendesak pemerintah menerbitkan kembali SIKPI kapal angkut WPP RI dan menurunkan harga BBM non-subsidi yang saat ini jauh lebih mahal dibanding Malaysia.
“Saat ini, banyak nelayan kesulitan melaut karena biaya operasional terus naik,” tambahnya.
Menurut SNI, kebijakan yang baik harus lahir dari suara rakyat, berpihak pada nelayan, dan mencerminkan keadilan sosial. Mereka berharap hasil rembuk ini menjadi pijakan untuk memperbaiki tata kelola perikanan nasional.
Kegiatan bertema “Bergerak, Berdampak, Berkelanjutan” itu juga digelar serentak di seluruh pelabuhan perikanan dan unit pelaksana teknis (UPT) di Indonesia sebagai bentuk syukur dan refleksi komitmen membangun sektor kelautan yang produktif serta lestari.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.
“Pemerintah terus bersinergi dengan asosiasi, himpunan, dan mitra dalam maupun luar negeri. Forum ini menjadi wadah penting untuk menyampaikan aspirasi dan mengevaluasi kebijakan BBM bersubsidi serta praktik penangkapan ikan berkelanjutan,” pungkasnya. (red)





















