JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Di kedalaman lebih dari 700 meter di bawah Samudra Atlantik, Profesor Mat Upton menemukan sebuah mikroba dari spons laut. Mikroba ini mampu membunuh superbug yang kebal antibiotik. Penemuannya bisa menjadi terobosan medis yang menyelamatkan ribuan nyawa. Namun, harta karun bioteknologi ini menghadapi ancaman serius dari industri baru yang ambisius: penambangan laut dalam.
Dasar lautan yang sebagian besar masih misterius kini menjadi medan pertempuran dua kepentingan besar. Para ilmuwan melihatnya sebagai apotek masa depan. Sebaliknya, perusahaan tambang mengincarnya sebagai sumber mineral raksasa untuk teknologi modern.
Harapan Medis dari Kegelapan Abadi
Para ilmuwan seperti Upton mendesak penghentian sementara penambangan laut dalam. Mereka berpendapat kita perlu waktu untuk memahami apa yang mungkin hilang. “Kita sedang melihat potensi bioaktif sumber daya laut, untuk melihat apakah ada lebih banyak obat di sana sebelum kita menghancurkannya selamanya,” kata Upton.
Setiap ekspedisi ke laut dalam mengungkap spesies baru yang aneh dan menakjubkan, mulai dari teripang berekor yang bisa berlayar hingga gurita ‘Dumbo’ yang langka. Salah satu dari mereka bisa saja memegang kunci untuk antibiotik atau obat kanker berikutnya. Namun, proses mengubah temuan menjadi obat bisa memakan waktu satu dekade—waktu yang mungkin tidak mereka miliki.
‘Demam Emas’ Baru untuk Baterai dan Ponsel
Survei Geologi AS mengungkap fakta mengejutkan. Laut dalam mengandung lebih banyak nikel, kobalt, dan logam tanah jarang daripada gabungan semua cadangan di darat. Perusahaan tambang berpendapat mineral ini sangat penting untuk memenuhi permintaan global yang meroket, terutama untuk baterai mobil listrik dan ponsel pintar.
Mereka mengklaim penambangan laut dalam akan menghasilkan bijih yang lebih unggul dengan sedikit limbah. Prosesnya melibatkan mesin raksasa yang mengeruk dasar laut pada kedalaman hingga 6.000 meter, lalu menyedot material ke kapal di permukaan. “Masuk akal untuk mengeksplorasi potensi yang belum dimanfaatkan ini secara berkelanjutan,” kata Mike Johnston, CEO perusahaan eksplorasi bawah air Nautilus.
Ancaman Bencana Ekologis yang Tak Terlihat
Namun, para ahli lingkungan dan hukum memperingatkan adanya konsekuensi besar yang belum diketahui. Mereka berpendapat bahwa kita lebih banyak tahu tentang permukaan Mars dan Venus daripada dasar lautan kita sendiri. “Kita belum tahu apa yang perlu kita ketahui,” ujar para ilmuwan kelautan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Metode ekstraksi inikstraksi akan menghasilkan gumpalan sedimen besar dan membuan kembalig limbah ke laut. Hal ini jelas akan mengganggu lingkungan dasar laut secara signifikan. “Penambangan akan menjadi serangan terbesar terhadap ekosistem laut dalam yang pernah lakukan,” kata ahli ventilasi hidrotermal, Verena Tunnicliffe. Para ilmuwan pun secaransecara tegas menolak penambangan di ventilasi hidrotermal—titik panas keanekaragaman hayati yang krusial bagi iklim global.
Konflik ini menempatkan dunia di persimpangan jalan: mengejar keuntungan mineral jangka pendek untuk teknologi hari ini, atau melindungi ekosistem laut dalam yang misterius untuk potensi penyelamatan nyawa di masa depan.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia