KONAWE, POSNEWS.CO.ID – Sepuluh pelajar di Unaaha, ibu kota Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), dilaporkan mengalami muntah hebat dan diare (Muntaber) pada Rabu (24/9/2025).
Dugaan awal menyebut gejala ini muncul setelah mereka mengonsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang disalurkan di sekolah.
Dr. Abdiyanto Ilman, Humas RSUD Konawe, menegaskan, “Hasil pemeriksaan awal menunjukkan pasien menderita diare dan muntaber.
Namun, penyebab pasti, termasuk kemungkinan kandungan berbahaya di makanan, masih dalam pemeriksaan laboratorium lanjutan,” ujar Dr. Abdiyanto dikutip, Kamis (25/9/2025).
Kondisi Pasien dan Penanganan Medis
Dari total 10 pelajar yang terkena dampak, 3 orang saat ini dirawat inap, 2 pasien berada dalam observasi intensif, dan 5 lainnya menjalani perawatan rawat jalan.
Secara rinci, korban terdiri dari 8 siswa SMK Negeri 1 Unaaha dan 2 siswa Madrasah Aliyah. Ada pula laporan mengenai satu siswa SD yang mengalami gejala serupa, meskipun informasi ini masih menunggu konfirmasi resmi dari rumah sakit.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
RSUD Konawe mengungkapkan bahwa koordinasi formal dengan dapur penyedia MBG belum dilakukan secara menyeluruh. Meski demikian, pihak rumah sakit telah menyampaikan laporan awal kepada penyelenggara program MBG.
“Koordinasi resmi dengan dapur masih dalam tahap persiapan, tetapi tindak lanjut sudah dijadwalkan oleh pihak MBG,” tambah Dr. Abdiyanto.
Dugaan Keracunan dan Investigasi Lanjutan
Meski indikasi awal mengarah pada konsumsi MBG, pihak medis menegaskan bahwa dugaan keracunan belum bisa dipastikan. Berdasarkan anamnesis sementara, seluruh pasien memang memiliki riwayat mengonsumsi makanan dari program MBG.
RSUD Konawe memastikan akan terus melakukan observasi ketat dan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab pasti muntaber yang menyerang puluhan pelajar ini.
Pemeriksaan laboratorium terhadap makanan dan sampel pasien sedang berjalan untuk mendeteksi kemungkinan kontaminan atau zat berbahaya.
“Kami akan memantau kondisi pasien hingga sembuh total dan menunggu hasil laboratorium untuk menentukan langkah tindak lanjut. Kasus ini menjadi peringatan keras tentang risiko program makanan gratis tanpa kontrol kualitas ketat,” pungkas Dr. Abdiyanto. (red)





















