JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Anda pasti pernah melihatnya di kolom komentar media sosial. Seseorang mengunggah resep Karbonara, lalu muncul komentar pedas: Karbonara ASLI tidak pakai krim! Hal yang sama terjadi pada perdebatan sengit seputar Rendang itu harus kering, bukan basah!
Selamat datang di perang resep asli, sebuah medan pertempuran digital di mana gatekeeping (penjagaan gerbang) kuliner terjadi setiap hari. Ini adalah fenomena global di mana resep tidak lagi sekadar panduan memasak, tetapi telah menjadi pernyataan identitas yang kaku.
Resep yang Terus Berevolusi
Para penjaga kemurnian resep seringkali melupakan satu fakta krusial: resep yang mereka anggap otentik itu sendiri adalah hasil evolusi ribuan tahun.
Kita ambil contoh masakan Italia. Tomat, bahan dasar saus pasta yang kini dianggap ikonik, baru tiba di Italia dari benua Amerika pada abad ke-16. Nenek moyang orang Romawi tidak pernah makan spageti saus tomat. Bahkan resep asli Karbonara (yang menggunakan guanciale dan pecorino) adalah resep yang relatif baru, kemungkinan baru populer pasca-Perang Dunia II. Kuliner tidak statis; ia terus bergerak, menyerap bahan baru, dan beradaptasi dengan teknologi serta migrasi.
Makanan sebagai Penjaga Identitas
Lalu, mengapa kita begitu protektif terhadap resep warisan? Jawabannya melampaui urusan rasa. Makanan adalah salah satu pilar utama penjaga identitas budaya.
Saat seseorang dari budaya lain memasak resep warisan kita dengan cara yang salah, banyak yang merasa itu bukan sekadar modifikasi, tetapi sebuah pelecehan terhadap identitas. Oleh karena itu, gatekeeping resep menjadi cara untuk mempertahankan ‘milik kita’ di era globalisasi yang serba campur. Akibatnya, ini adalah upaya untuk menjaga agar warisan leluhur tidak terdilusi atau hilang.
Otentisitas vs. Evolusi
Merayakan otentisitas dan menghormati resep warisan tentu saja penting. Sebab, itu adalah cara kita menghargai sejarah dan kerja keras generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, kita juga harus menerima kenyataan bahwa evolusi rasa adalah sebuah keniscayaan. Lidah beradaptasi, bahan-bahan baru bermunculan, dan kreativitas akan selalu menemukan jalannya. Pada akhirnya, mungkin, daripada berdebat mana yang asli, lebih bijak untuk menghargai keduanya: resep warisan sebagai fondasi dan resep baru sebagai ekspresi kreativitas yang hidup.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















