JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Hanya dengan mengetik beberapa kata, “lukisan astronot menunggang kuda dengan gaya Van Gogh”, sebuah gambar menakjubkan muncul dalam hitungan detik. Fenomena AI Art Generators seperti DALL-E, Midjourney, dan Stable Diffusion telah meledak, sementara model bahasa seperti ChatGPT kini bisa menulis naskah atau puisi.
Kemampuan teknologi yang berkembang pesat ini telah memicu badai di komunitas kreatif, melahirkan satu pertanyaan eksistensial yang mendesak: Apakah ini akhir dari seniman manusia?
Debat: Alat Bantu atau Kreator?
Perdebatan ini membelah komunitas menjadi dua kubu. Kubu pertama berpendapat bahwa AI hanyalah alat bantu baru. Sama seperti orang yang dulu menganggap fotografer bukan seniman karena “hanya menekan tombol”, atau musisi elektronik yang menggunakan synthesizer, AI hanyalah kuas baru yang canggih. Menurut pandangan ini, AI tidak memiliki niat atau kesadaran; ia hanya menjalankan perintah.
Namun, kubu kedua berpendapat bahwa AI sudah melampaui batas “alat”. Ketika AI bisa menghasilkan karya orisinal yang tak terduga dari sebuah perintah sederhana, ia lebih bertindak sebagai kolaborator atau bahkan kreator. Mereka berargumen bahwa tingkat kerumitan dan hasil ciptaannya sudah jauh melampaui kuas atau kamera.
Isu Etis: Jiwa dan Hak Cipta
Di luar perdebatan filosofis, ada masalah etis yang sangat praktis. Isu terbesar adalah soal hak cipta. Model-model AI ini “belajar” dengan mencerna miliaran gambar dan teks dari internet. Sebagian besar adalah karya seniman manusia yang tidak pernah memberikan izin agar karya mereka melatih mesin peniru. Akibatnya, banyak seniman merasa seseorang telah mencuri karya mereka untuk melatih pengganti mereka sendiri.
Selain itu, ada pertanyaan tentang “jiwa”. Apakah seni yang algoritma hasilkan, yang tidak memiliki pengalaman hidup, rasa sakit, atau cinta, bisa memiliki kedalaman emosional? Atau apakah keindahan permukaan itu hanya memesona kita tanpa makna di baliknya?
Kesimpulan: Peran Baru Manusia
Kiamat kreatif mungkin tidak akan datang dalam bentuk penggantian total. Sebaliknya, kita sedang menyaksikan pergeseran peran yang radikal. Masa depan mungkin bukan tentang siapa yang bisa melukis atau menulis, tetapi siapa yang bisa mengajukan pertanyaan terbaik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Peran manusia bergeser dari pembuat (creator) teknis menjadi kurator selera, konseptor ide, dan pemberi perintah (prompt engineer) yang ulung. Pada akhirnya, AI mungkin tidak akan menggantikan seniman, tetapi ia akan menggantikan seniman yang tidak mau beradaptasi dengannya.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















