Kenapa Budaya Korea Bisa Mendunia? Pelajaran Berharga dari Kekuatan ‘Soft Power’

Rabu, 15 Oktober 2025 - 09:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Hallyu. Dok: Istimewa

Ilustrasi, Hallyu. Dok: Istimewa

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Panggung musik global kini didominasi oleh BTS dan BLACKPINK. Serial Netflix seperti Squid Game juga sukses membuat penonton di seluruh dunia terpaku. Fenomena Gelombang Korea atau Hallyu ini jelas tidak bisa lagi kita pandang sebelah mata. Istilah seperti K-Pop, K-Drama, K-Beauty, hingga K-Food telah menjadi bagian dari kosakata global. Namun, bagaimana sebuah negara yang baru pulih dari perang bisa menjadi raksasa budaya?

Jawabannya terletak pada konsep cerdas bernama soft power. Ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari strategi nasional yang terencana dengan sangat matang.

Kekuatan yang Tak Terlihat: Konsep Soft Power

Ilmuwan politik Harvard, Joseph Nye, pertama kali memperkenalkan istilah soft power. Konsep ini sangat berbeda dengan hard power yang mengandalkan kekuatan militer (paksaan) atau ekonomi (bayaran). Soft power adalah kemampuan memengaruhi pihak lain melalui daya tarik budaya dan nilai-nilai. Sebuah negara bisa mencapai tujuannya karena negara lain mengagumi nilai-nilainya, meniru contohnya, dan ingin meraih kemakmuran serupa.

Korea Selatan adalah contoh sempurna penerapan teori ini. Alih-alih mengerahkan tank, mereka “mengekspor” musik, drama, dan film yang membuat dunia jatuh cinta. Daya tarik inilah yang secara perlahan membentuk persepsi positif terhadap Korea Selatan di panggung global.

Baca Juga :  Diplomasi Iklim: Selamatkan Bumi atau Panggung Pertarungan Kekuasaan Baru?

Strategi di Balik Panggung Gemerlap

Kesuksesan Hallyu bukanlah keajaiban semalam. Ini adalah buah dari visi dan investasi jangka panjang pemerintah Korea Selatan sejak krisis keuangan Asia 1997. Saat itu, mereka sadar tidak bisa selamanya bergantung pada industri manufaktur. Oleh karena itu, pemerintah mulai melirik industri kreatif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru.

Beberapa langkah strategis yang mereka ambil antara lain:

  1. Mendirikan Lembaga Khusus: Pemerintah membentuk badan seperti KOCCA (Korea Creative Content Agency). Lembaga ini bertugas mendukung, mendanai, dan mempromosikan konten kreatif Korea ke seluruh dunia.
  2. Investasi dan Insentif: Mereka memberikan dukungan finansial dan insentif pajak bagi perusahaan hiburan. Tujuannya agar mereka bisa memproduksi konten berkualitas tinggi untuk pasar internasional.
  3. Diplomasi Budaya: Kedutaan Besar Korea di seluruh dunia aktif menggelar festival film, konser K-Pop, dan kelas bahasa. Cara ini secara sistematis memperkenalkan budaya mereka kepada audiens baru.

Dampak Nyata: Ekonomi, Pariwisata, dan Diplomasi

Strategi ini terbukti sangat berhasil dan dampaknya terasa di berbagai sektor:

  1. Ekonomi: Ekspor konten budaya Korea menghasilkan miliaran dolar setiap tahun. Selain itu, popularitas produk seperti kosmetik (K-Beauty) dan makanan instan (ramyeon) ikut meroket.
  2. Pariwisata: Jutaan turis datang ke Korea Selatan setiap tahun. Mereka terinspirasi dari lokasi syuting drama atau ingin merasakan langsung budaya yang mereka lihat di layar kaca.
  3. Diplomasi Budaya: Citra Korea Selatan sebagai negara modern, kreatif, dan dinamis meningkat pesat. Hal ini memberi mereka pengaruh diplomatik yang lebih besar di panggung dunia.

Pelajaran untuk Indonesia

Kisah sukses Korea Selatan menawarkan pelajaran berharga bagi Indonesia. Negara kita memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Mulai dari musik, film, kuliner, hingga fesyen, semuanya punya potensi besar untuk mendunia.

Namun, potensi saja tidak cukup. Indonesia membutuhkan strategi nasional yang terpadu. Dukungan penuh dari pemerintah dan kolaborasi erat dengan para pelaku industri kreatif adalah kuncinya. Dengan visi yang tepat, bukan tidak mungkin dunia akan membicarakan “I-Wave” atau Gelombang Indonesia dengan kekaguman yang sama.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital
Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi
Hujan Petir Diprediksi Guyur Jabodetabek 22 Oktober, Warga Diminta Siaga
Hidup di Dunia Simulasi Instagram: Ketika Citra Lebih Nyata dari Kenyataan
Bagaimana Gawai Mengawasi Setiap Gerak-Gerik Kita

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:59 WIB

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:37 WIB

Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:21 WIB

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:15 WIB

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Berita Terbaru

Ilustrasi, Bagaimana ribuan klik dari orang-orang biasa bisa menciptakan perundungan massal? Sebuah pandangan melalui kacamata teori Banalitas Kejahatan dari Hannah Arendt. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:59 WIB

Ilustrasi, Dari kegembiraan murni menjadi tuntutan pasar, mengapa hobi yang dimonetisasi sering berakhir dengan kelelahan emosional atau burnout? Dok: Istimewa.

POLITIK

Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:21 WIB

Ilustrasi, Dari K-Pop hingga kopi kekinian, mengapa kita serentak menyukai hal yang sama? Artikel ini mengungkap bagaimana kekuatan budaya tak terlihat membentuk selera kita. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:15 WIB