Harta Karun Laut Dalam: Obat Super Baru atau Bencana Ekologis?

Kamis, 16 Oktober 2025 - 16:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Dasar laut menyimpan potensi obat untuk melawan superbug, namun 'demam emas' baru untuk menambang mineral mengancam untuk menghancurkannya selamanya. Dok: Istimewa

Ilustrasi, Dasar laut menyimpan potensi obat untuk melawan superbug, namun 'demam emas' baru untuk menambang mineral mengancam untuk menghancurkannya selamanya. Dok: Istimewa

JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Di kedalaman lebih dari 700 meter di bawah Samudra Atlantik, Profesor Mat Upton menemukan sebuah mikroba dari spons laut. Mikroba ini mampu membunuh superbug yang kebal antibiotik. Penemuannya bisa menjadi terobosan medis yang menyelamatkan ribuan nyawa. Namun, harta karun bioteknologi ini menghadapi ancaman serius dari industri baru yang ambisius: penambangan laut dalam.

Dasar lautan yang sebagian besar masih misterius kini menjadi medan pertempuran dua kepentingan besar. Para ilmuwan melihatnya sebagai apotek masa depan. Sebaliknya, perusahaan tambang mengincarnya sebagai sumber mineral raksasa untuk teknologi modern.

Harapan Medis dari Kegelapan Abadi

Para ilmuwan seperti Upton mendesak penghentian sementara penambangan laut dalam. Mereka berpendapat kita perlu waktu untuk memahami apa yang mungkin hilang. “Kita sedang melihat potensi bioaktif sumber daya laut, untuk melihat apakah ada lebih banyak obat di sana sebelum kita menghancurkannya selamanya,” kata Upton.

Setiap ekspedisi ke laut dalam mengungkap spesies baru yang aneh dan menakjubkan, mulai dari teripang berekor yang bisa berlayar hingga gurita ‘Dumbo’ yang langka. Salah satu dari mereka bisa saja memegang kunci untuk antibiotik atau obat kanker berikutnya. Namun, proses mengubah temuan menjadi obat bisa memakan waktu satu dekade—waktu yang mungkin tidak mereka miliki.

Baca Juga :  Diplomasi Iklim: Selamatkan Bumi atau Panggung Pertarungan Kekuasaan Baru?

‘Demam Emas’ Baru untuk Baterai dan Ponsel

Survei Geologi AS mengungkap fakta mengejutkan. Laut dalam mengandung lebih banyak nikel, kobalt, dan logam tanah jarang daripada gabungan semua cadangan di darat. Perusahaan tambang berpendapat mineral ini sangat penting untuk memenuhi permintaan global yang meroket, terutama untuk baterai mobil listrik dan ponsel pintar.

Mereka mengklaim penambangan laut dalam akan menghasilkan bijih yang lebih unggul dengan sedikit limbah. Prosesnya melibatkan mesin raksasa yang mengeruk dasar laut pada kedalaman hingga 6.000 meter, lalu menyedot material ke kapal di permukaan. “Masuk akal untuk mengeksplorasi potensi yang belum dimanfaatkan ini secara berkelanjutan,” kata Mike Johnston, CEO perusahaan eksplorasi bawah air Nautilus.

Baca Juga :  Seni Digital Detox: Saat Anak Muda Memilih Hening dari Bisingnya Dunia Maya

Ancaman Bencana Ekologis yang Tak Terlihat

Namun, para ahli lingkungan dan hukum memperingatkan adanya konsekuensi besar yang belum diketahui. Mereka berpendapat bahwa kita lebih banyak tahu tentang permukaan Mars dan Venus daripada dasar lautan kita sendiri. “Kita belum tahu apa yang perlu kita ketahui,” ujar para ilmuwan kelautan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Metode ekstraksi inikstraksi akan menghasilkan gumpalan sedimen besar dan membuan kembalig limbah ke laut. Hal ini jelas akan mengganggu lingkungan dasar laut secara signifikan. “Penambangan akan menjadi serangan terbesar terhadap ekosistem laut dalam yang pernah lakukan,” kata ahli ventilasi hidrotermal, Verena Tunnicliffe. Para ilmuwan pun secaransecara tegas menolak penambangan di ventilasi hidrotermal—titik panas keanekaragaman hayati yang krusial bagi iklim global.

Konflik ini menempatkan dunia di persimpangan jalan: mengejar keuntungan mineral jangka pendek untuk teknologi hari ini, atau melindungi ekosistem laut dalam yang misterius untuk potensi penyelamatan nyawa di masa depan.

Penulis : Ahmad Haris Kurnia

Editor : Ahmad Haris Kurnia

Follow WhatsApp Channel www.posnews.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia
KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari
Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober
Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital
Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status
Saat Hobi Menjadi Cuan: Jebakan Alienasi di Era Digital
Hegemoni K-Pop dan Secangkir Kopi
Hujan Petir Diprediksi Guyur Jabodetabek 22 Oktober, Warga Diminta Siaga

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:24 WIB

Shin Tae-yong Buka Peluang Kembali Latih Timnas Indonesia

Rabu, 22 Oktober 2025 - 08:59 WIB

KPK Bongkar Tambang Emas Ilegal Dekat Sirkuit Mandalika, Hasil 3 Kilo Sehari

Rabu, 22 Oktober 2025 - 07:33 WIB

Tolak Makan, Bocah di Bojonggede Tewas Dipukul Ibu Tiri Sejak Awal Oktober

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:59 WIB

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Oktober 2025 - 06:37 WIB

Modal Tak Kasat Mata Anak Jaksel: Ketika Selera Menjadi Penentu Status

Berita Terbaru

Ilustrasi, Bagaimana ribuan klik dari orang-orang biasa bisa menciptakan perundungan massal? Sebuah pandangan melalui kacamata teori Banalitas Kejahatan dari Hannah Arendt. Dok: Istimewa.

NETIZEN

Membedah Banalitas Kejahatan di Era Digital

Rabu, 22 Okt 2025 - 06:59 WIB