JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Selama ini pengusaha tambang ilegal mengeruk keuntungan luar biasa dan merusak alam di lingkungan sekitarnya. Kini perburuan mafia tambang makin panas di lakukan Polri.
Bareskrim Polri resmi menetapkan satu tersangka kasus tambang pasir ilegal di kawasan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM).
Polisi bergerak cepat memeriksa saksi tambahan dan membongkar jaringan besar yang diduga meraup keuntungan fantastis: Rp 3 triliun.
Wakabareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin menegaskan aparat tidak main-main. Ia memastikan penyidikan terus meluas dan para pelaku bakal ditindak tegas.
“Kami masih memeriksa sejumlah saksi dan sudah menetapkan satu tersangka. Kami pastikan penyelidikan berkembang,” tegas Nunung usai FGD bertema perlindungan anak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).
Kemudian, Nunung memastikan Bareskrim menggandeng Dinas ESDM Jawa Tengah untuk mengaudit izin tambang di wilayah lereng Merapi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami cek mana tambang berizin dan mana yang ilegal. Semua yang melanggar aturan akan kami tindak,” jelasnya.
Hingga kini, polisi mengendus tiga titik aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam kawasan konservasi Merapi.
Tidak hanya mencuri sumber daya alam, mafia tambang Merapi diduga menggelapkan pendapatan negara dalam jumlah gila-gilaan.
“Selama 10 tahun kalkulasi kerugian mencapai Rp 3 triliun,” beber Nunung.
Sebelumnya, tim Bareskrim menggerebek tambang ilegal di Kecamatan Srumbung, Magelang. Dari operasi itu, polisi menemukan 39 depo dan 36 titik tambang ilegal dengan transaksi menyentuh angka triliunan.
Diduga Beroperasi 2 Tahun Tanpa Henti
Dirtipidter Bareskrim, Brigjen Moh Irhamni, mengungkap aktivitas penggerusan pasir di Merapi diperkirakan berlangsung dua tahun terakhir dengan volume mencapai 21 juta meter kubik.
“Rp 3 triliun itu akibat aktivitas dua tahun. Tanpa izin, tanpa pajak, tanpa kontribusi ke negara,” tegas Irhamni.
Bareskrim memastikan tidak memberi ruang bagi pelaku perusakan lingkungan dan penjarah kekayaan negara. Aparat bergerak serentak, dari penindakan lapangan hingga penelusuran aliran dana. (red)





















