JAKARTA, POSNEWS.CO.ID – Kementerian Pertahanan (Kemhan) melaporkan Majalah Tempo ke Dewan Pers terkait liputan rencana penerapan darurat militer saat kerusuhan. Langkah ini menuai kritik keras dari Koalisi Masyarakat Sipil karena dinilai mengancam kebebasan pers dan demokrasi.
Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan LSM, termasuk Imparsial, Centra Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DeJure, PBHI, Setara Institute, LBH Apik, dan Walhi.
Koalisi Sipil Kritisi Laporan Kemhan
Setelah Kemhan melaporkan Tempo ke Dewan Pers pada Senin (8/9/2025), Koalisi menilai langkah itu keliru dan berisiko membatasi kebebasan pers.
“Laporan Kemhan ke Dewan Pers terkait liputan Tempo soal rencana darurat militer justru mengancam kebebasan pers dan demokrasi,” tulis Koalisi, Rabu (10/9/2025).
Koalisi menekankan liputan tersebut seharusnya dipandang sebagai kontrol publik karena kebijakan darurat militer sangat berisiko bagi hak sipil.
“Seharusnya liputan ini menjadi kontrol publik terhadap pemerintah. Darurat militer adalah pilihan kebijakan yang sangat berisiko bagi hak sipil,” jelas Koalisi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, Koalisi mendorong Dewan Pers tetap independen dan fair dalam menanggapi aduan Kemhan. “Dewan Pers harus tetap independen dan adil,” tambahnya.
Mereka juga menekankan pentingnya kebebasan berekspresi agar warga dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik.
“Tanpa kebebasan berekspresi, warga negara tidak bisa menjalankan haknya secara efektif dalam pembuatan kebijakan publik,” ungkap Koalisi.
Kemhan Jelaskan Laporan ke Dewan Pers
Karo Infohan Kemhan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, membenarkan pelaporan ke Dewan Pers dan menyebut liputan Tempo mengandung kekeliruan informasi.
Frega menegaskan, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin tidak mengajukan draf sendiri; seluruh proses mengikuti mekanisme resmi.
“Setelah dicek ke Biro Hukum, Biro Peraturan Perundangan, dan Biro Tata Usaha, tidak ada usulan draf yang disampaikan,” jelasnya.
Ia menambahkan, pelaporan ini bukan upaya mengancam kebebasan pers.
“Kami menghormati kebebasan pers. Namun, media harus diluruskan jika menyampaikan berita tidak benar tentang pejabat atau institusi negara,” tegas Frega. (red)