JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Setiap kali perang meletus, banyak orang bertanya: Mengapa ini terjadi? Bukankah kita sudah memiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hukum internasional, dan diplomasi? Namun, di saat yang sama, negara-negara terus berlomba senjata, aliansi militer saling curiga, dan konflik baru terus bermunculan, dari Ukraina hingga Timur Tengah.
Bagi para pemikir Hubungan Internasional aliran Realisme, fenomena ini sama sekali tidak mengejutkan. Justru, inilah cara kerja dunia yang sesungguhnya. Menurut mereka, perdamaian abadi adalah ilusi yang berbahaya.
Konsep Inti Teori Realisme
Teori Realisme, baik klasik maupun neorealisme, berdiri di atas beberapa asumsi fundamental yang pesimistis tentang sifat manusia dan politik internasional.
- Anarki (Tidak Ada Polisi Dunia): Ini adalah konsep terpenting. Anarki dalam hubungan internasional bukan berarti kekacauan total, melainkan tidak adanya otoritas yang lebih tinggi di atas negara. Tidak ada “polisi dunia” yang bisa Anda hubungi jika negara Anda mengalami serangan. PBB ada, tetapi tidak memiliki kekuatan pemaksa yang sejati atas negara-negara besar.
- Survival (Bertahan Hidup): Karena tidak ada yang menjamin keamanan mereka, tujuan utama dan satu-satunya dari setiap negara adalah bertahan hidup (survival). Semua tujuan lain, seperti kemakmuran ekonomi, hak asasi manusia, atau penyebaran demokrasi, selalu menjadi nomor dua setelah keamanan nasional.
- Self-help (Tolong Diri Sendiri): Akibat dari anarki dan keharusan bertahan hidup, negara tidak bisa bergantung pada negara lain. Mereka harus menolong diri sendiri (self-help). Aliansi mungkin membantu, tetapi aliansi bisa bubar. Satu-satunya hal yang bisa mereka andalkan adalah kekuatan militer dan ekonomi mereka sendiri.
Mengapa Perang Terjadi
Bagi kaum Realis, perlombaan senjata antara Amerika Serikat dan Tiongkok, atau konflik berkepanjangan di Timur Tengah, adalah bukti nyata dari teori ini.
Dalam sistem anarki, negara tidak pernah bisa yakin 100% akan niat negara lain. Tetangganya bisa dengan mudah melihat negara yang memperkuat militernya untuk “bertahan” (defensif) sebagai ancaman (ofensif). Akibatnya, tetangganya juga akan memperkuat militer. Para pakar menyebut ini sebagai dilema keamanan (security dilemma), sebuah spiral kecurigaan yang seringkali berakhir dengan perang, bahkan jika tidak ada negara yang berniat jahat sejak awal.
Negara tidak peduli pada moralitas universal; mereka hanya peduli pada kekuatan (power). Kekuatan adalah alat untuk menjamin kelangsungan hidup.
Kesimpulan
Menurut kaum Realis, hukum atau moralitas tidak mengatur dunia tempat kita hidup. Sebaliknya, kekuatanlah yang mengatur dunia kita. Perdamaian abadi adalah ilusi. Yang ada hanyalah periode keseimbangan kekuatan (balance of power) yang sementara. Selama tidak ada “polisi dunia” yang sesungguhnya, perang, atau setidaknya ancaman perang, akan selalu menjadi bagian tak terhindarkan dari politik global.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















