JAKARTA, POSNEWS.CO.ID — Di penghujung bulan, saat dompet menipis, atau di tengah malam saat lapar melanda, ada satu jawaban yang mempersatukan bangsa: sebungkus Indomie. Bagi jutaan orang Indonesia, ini bukan sekadar mi instan. Ini adalah penyelamat, comfort food utama, duta bangsa non-resmi di kancah global, dan bagi sebagian orang, sebuah ‘agama’ yang mereka anut dengan khidmat.
Fenomena Indomie telah melampaui batas-batas dapur; ia telah menjadi identitas dan pengalaman budaya yang mengikat.
Psikologi di Balik Comfort Food
Mengapa Indomie terasa begitu nikmat dan menenangkan? Jawabannya terletak pada kombinasi psikologi dan sains yang cerdas. Secara ilmiah, Indomie adalah perpaduan sempurna antara karbohidrat dan monosodium glutamate (MSG).
Karbohidrat sederhana memicu pelepasan serotonin di otak, neurotransmitter yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia dan sejahtera. Kemudian, rasa umami yang kuat dari MSG memberikan kepuasan instan yang sulit ditolak. Ini adalah resep kimiawi untuk kebahagiaan dalam mangkuk.
Perdebatan Abadi
Kekuatan Indomie juga terletak pada ritual kolektif yang mengelilinginya. Pengalaman menikmati Indomie melahirkan perdebatan abadi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budayanya.
Ada ‘mazhab’ tim mi direbus melawan tim mi dikremes mentah langsung dari bungkusnya. Ada pula pertarungan klasik yang memecah belah persahabatan: tim bumbu dituang di atas mi melawan tim bumbu diaduk di mangkok terlebih dahulu. Ritual-ritual kecil ini, meskipun tampak sepele, menciptakan rasa kebersamaan dan identitas komunal di antara para penikmatnya.
Pengalaman Budaya Bersama
Pada akhirnya, Indomie membuktikan bahwa makanan tidak pernah hanya soal mengenyangkan perut. Ia adalah nostalgia, penyelamat, dan penanda identitas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jauh melampaui statusnya sebagai mi instan, Indomie adalah kanvas bagi kreativitas (dengan topping tak terbatas) dan, yang terpenting, sebuah pengalaman budaya bersama. Setiap anak kos, pekerja kantoran, dan diaspora Indonesia di seluruh dunia memahami bahasa universal ini.
Penulis : Ahmad Haris Kurnia
Editor : Ahmad Haris Kurnia





















